[BREAKING] Suami Menkomdigi Meutya Hafid Diduga Terlibat Korupsi Gula, Kejagung Didesak Usut Keterlibatan Noer Fajrieansyah

- Rabu, 05 Maret 2025 | 13:45 WIB
[BREAKING] Suami Menkomdigi Meutya Hafid Diduga Terlibat Korupsi Gula, Kejagung Didesak Usut Keterlibatan Noer Fajrieansyah




MURIANETWORK.COM - Koordinator Forum Silaturahmi Pemuda Islam (FSPI) Zulhelmi Tanjung mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) agar mengusut dugaan keterlibatan Noer Fajrieansyah dalam kasus korupsi impor gula yang merugikan negara Rp578 miliar. 


Adapun suami dari Menkomdigi Meutya Hafid itu merupakan mantan direktur dari PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). 


"Kami mendesak Kejaksaan Agung agar segera mengusut tuntas dugaan keterlibatan Noer Fajrieansyah. Negara dirugikan dalam jumlah besar, dan ini tidak boleh dibiarkan tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Jika kita merujuk pada hasil audit, kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp578 miliar," kata Zulhelmi Tanjung dikutip pada Rabu (5/3/2025).


Menurut dia, dengan angka kerugian yang sangat besar, dugaan keterlibatan Noer Fajrieansyah dalam skandal ini semakin kuat, mengingat posisinya di PT PPI yang memiliki kewenangan dalam kebijakan impor gula.


"Jangan sampai ada kesan bahwa aparat penegak hukum takut atau ragu untuk menindak kasus ini karena ada keterlibatan orang-orang yang dekat dengan kekuasaan. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan benar-benar ditegakkan," tandasnya.


Sebanyak sembilan bos perusahaan swasta baru-baru ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi penyalahgunaan wewenang izin impor gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong dan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial Charles Sitorus (CS) itu.


"Berdasarkan hasil pemeriksaan dikaitkan dengan alat bukti yang telah kami peroleh selama penyidikan maka tim Jampidsus memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan sembilan tersangka," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Senin (20/1/2025).


9 tersangka itu adalah TWNG selaku Direktur Utama PT AP; WN selaku Presdir PT AF; AS selaku Direktur Utama PT SUC; IS selaku Direktur Utama PT MSI; TSEP selaku Direktur PT MP; HAT selaku Direktur PT BSI; ASB selaku Direktur Utama PT KTM; HFH selaku Direktur Utama PT BFM; dan ES selaku Direktur PT PDSU.


Sembilan tersangka dikenai Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana dan korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020.


Sebelumnya, Kejagung menetapkan Tom Lembong dan Charles Sitorus sebagai tersangka. Dalam kasus ini ada beberapa istilah yang harus dipahami, yaitu gula kristal mentah (GKM), gula kristal rafinasi (GKR), dan gula kristal putih (GKP). 


Mudahnya, GKM dan GKR adalah gula yang dipakai untuk proses produksi, sedangkan GKP dapat dikonsumsi langsung.


Berdasarkan aturan yang diteken Tom Lembong sendiri saat menjadi Mendag, hanya BUMN yang diizinkan melakukan impor GKP, itu pun harus sesuai kebutuhan dalam negeri yang disepakati dalam rapat koordinasi antarkementerian serta dalam rangka mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga GKP.


Sedangkan dalam perkara ini pada 2016 Indonesia mengalami kekurangan stok GKP--seharusnya bisa dilakukan impor GKP oleh BUMN. 


Namun, menurut jaksa, Tom Lembong malah memberikan izin ke perusahaan-perusahaan swasta untuk mengimpor GKM, yang kemudian diolah menjadi GKP.


Kejagung mengatakan Tom Lembong menekan surat penugasan ke PT PPI untuk bekerja sama dengan swasta mengolah GKM impor itu menjadi GKP. 


Total ada sembilan perusahaan swasta yang disebutkan, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, PT MSI, dan terakhir PT KTM.


"Atas sepengetahuan dan persetujuan tersangka TTL (Thomas Trikasih Lembong), persetujuan impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung," kata Abdul Qohar selaku Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.


Setelah perusahaan swasta itu mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membelinya. 


Padahal yang terjadi, menurut jaksa, GKP itu dijual langsung oleh perusahaan-perusahaan swasta itu ke masyarakat melalui distributor dengan angka Rp 3.000 lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET).


"Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee sebesar Rp 105/kg. Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai kurang lebih Rp 400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara," tandas Abdul Qohar.


Sementara itu, Menurut hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tanggal 20 Januari 2025, Qohar mengatakan negara mengalami kerugian sebesar Rp578 Miliar akibat kebijakan tersebut.


Sebagai bagian dari upaya pemulihan aset negara, tim penyidik telah menyita dana yang dikembalikan oleh sembilan tersangka, yaitu TWN (PT Angels Products) – Rp150,8 Miliar; WN (PT Andalan Furnindo) – Rp60,9 Miliar; HS (PT Sentra Usahatama Jaya) – Rp41,3 Miliar; IS (PT Medan Sugar Industry) – Rp77,2 Miliar; TSEP (PT Makassar Tene) – Rp39,2 Miliar; HAT (PT Duta Sugar International) – Rp41,2 Miliar; ASB (PT Kebun Tebu Mas) – Rp47,8 Miliar; HFH (PT Berkah Manis Makmur) – Rp74,5 Miliar; serta ES (PT Permata Dunia Sukses Utama) – Rp32 Miliar.


Meskipun tak ada uang hasil sitaan ke Tom Lembong dalam kasus ini, ia tetap dinyatakan sebagai tersangka karena merupakan regulator yang memberikan kebijakan izin impor gula tanpa rekomendasi dan koordinasi dari pihak K/L terkait. 


“Ini adalah pengembalian dari sembilan tersangka. Mereka beritikad baik untuk mengembalikan,” katanya.


Meski pengembalian kerugian negara dilakukan secara sukarela, kata dia, hal tersebut tidak menghapuskan perbuatan pidana seseorang, sebagaimana diatur di Pasal 4 UU Tindak Pidana Korupsi. 


“Artinya bahwa walaupun ada pengembalian kerugian yang secara nyata diakibatkan perbuatan pelaku, proses hukum tetap berjalan,” jelas dia.


Adapun seluruh uang yang disita saat ini dititipkan di Rekening Penampung Lainnya (RPL) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Bank Mandiri.


Sumber: MonitorIndonesia

Komentar

Terpopuler