SKANDAL Impor Gula: Ada Diskriminasi Hukum di Balik Dakwaan Korupsi Tom Lembong?

- Senin, 10 Maret 2025 | 15:40 WIB
SKANDAL Impor Gula: Ada Diskriminasi Hukum di Balik Dakwaan Korupsi Tom Lembong?




MURIANETWORK.COM - Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjalani sidang perdana sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015-2016 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (6/3/2025).


Jaksa penuntut umum mengatakan, Tom melakukan perbuatan melawan hukum karena mengizinkan impor gula di tengah produksi dalam negeri dalam kondisi surplus. Perbuatan Tom dinilai merugikan negara sebesar Rp515,4 miliar. 


Nominal itu berdasarkan Laporan Hasil Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI pada 20 Januari 2025 yang nilai seluruhnya Rp578,1 miliar.


Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Tom melanggar pasal Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.


Namun, dalam dakwaan jaksa tidak dijelaskan berapa aliran uang yang masuk ke kantong pribadi Tom. 


Jaksa hanya menyebut ada 10 pihak perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari kebijakan Tom. 


Masing-masing menerima aliran uang puluhan miliar rupiah. Tapi dari 10 pihak itu, tidak ada nama Tom.


Benarkah Tom Untungkan Orang Lain?


Pakar hukum pidana dari Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto memberikan penjelasan secara umum. Soal tidak adanya aliran uang kepada seorang terdakwa memang tetap bisa dipidana. 


Dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor, klausul 'memperkaya' tidak hanya merujuk pada diri sendiri, tetapi juga orang lain dan korporasi.


Terlepas dari hal tersebut, yang perlu diperhatikan dalam pasal ini, yaitu makna dari 'memperkaya orang lain atau korporasi.' Aan menjelaskan bahwa itu adalah kalimat aktif.


"Sehingga seseorang atau pelaku atau terdakwa itu harus bisa dibuktikan bahwa yang bersangkutan aktif memperkaya orang lain atau suatu korporasi," kata Aan.


Lebih lanjut, tindakan memperkaya orang lain adalah suatu tindakan aktif melawan hukum sehingga terdapat orang lain yang mendapatkan keuntungan dari suatu kebijakan yang diambil penyelenggara negara. 


Sejatinya, kata Aan, kebijakan itu memang harus menguntungkan semua pihak, tapi catatannya apakah dilakukan dengan perbuatan melawan hukum.


"Artinya, karena kebijakan itu kemudian menguntungkan dan memang kan seharusnya suatu kebijakan menguntungkan semua orang sehingga orang lain itu menjadi kaya. Nah, itu menurut saya tidak masuk ke dalam rumusan unsur atau delik memperkaya orang lain," jelas Aan.


Dalam dakwaan jaksa, diungkap bagaimana peranan Tom. Dia disebut mengizinkan sejumlah perusahaan untuk melakukan impor gula kristal mentah (GKM). 


Persoalannya, kata jaksa, sejumlah perusahaan itu tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP). Sebab, perusahaan tersebut merupakan perusahan gula rafinasi.


Lalu pada 2015, Tom disebut memberikan Surat Pengakuan sebagai importir produsen GKM kepada Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products untuk diolah menjadi GKP. 


Padahal produksi GKP dalam negeri mencukupi dan pemasukan/realisasi impor GKM terjadi pada musim giling.


Jaksa berpendapat Tom seharusnya menunjuk perusahaan BUMN untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilisasi harga gula. 


Namun yang dilakukan Tom menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI- Polri.


Selain itu, Tom memberi penugasan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) untuk melakukan pengadaan GKP melalui bekerja sama dengan produsen gula rafinasi. 


Perusahaan tersebut menyepakati pengaturan harga jual gula dari produsen kepada PT PPI dan pengaturan harga jual dari PT PPI kepada distributor di atas Harga Patokan Petani (HPP).


Tom sendiri langsung mengajukan nota pembelaan atau eksepsi usai dakwaan dibacakan jaksa. Tom melalui kuasa hukumnya, Ari Yusuf Amir menilai dakwaan jaksa tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap. 


Tom merasa dipaksa untuk bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan orang lain.


Jaksa dalam dakwaannya juga disebut tidak bisa membuktikan adanya aliran uang ke kantong pribadi Tom, baik secara langsung atau tidak langsung. Untuk itu, Tom meminta untuk dibebaskan dari segala dakwaan.


Periksa Menteri Sebelum Tom


Aan pun berpendapat agar kasus ini tidak dianggap sebagai upaya kriminalisasi seperti isu yang beredar, Kejaksaan Agung perlu memeriksa para Menteri Perdagangan lainnya yang pernah melakukan impor gula.


"Penegak hukum kan harus fair. Artinya penegakan hukum itu harus diperlakukan kepada semua pejabat yang melakukan hal sama (impor gula) dengan Tom Lembong," kata Aan.


Sebagaimana diketahui, dalam surat penetapan Tom sebagai tersangka disebutkan sebagai bagian upaya Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada periode 2015-2023.


Sementara merujuk periode tersebut, terdapat sejumlah Menteri Perdagangan setelah Tom di pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi melakukan impor gula.


Mereka di antaranya Enggartiasto Lukita (Mendag: 27 Juli 2016-20 Oktober 2019) pada masanya Indonesia mengimpor gula 15,23 juta ton; Agus Suparmanto (Mendag: 23 Oktober 2019-23 Desember 2020) sebanyak 6,2 juta ton; Muhammad Lutfi (Mendag: 23 Desember 2020-15 Juni 2022) sebanyak 9,12 juta ton; Zulkifli Hasan (Mendag: 15 Juni 2022-20 Oktober 2024) sebanyak 11,1 juta ton.


Menurut Aan, menjadi janggal ketika hanya Tom yang diusut hingga dijadikan terdakwa, sementara Menteri Perdagangan setelahnya tidak diberlakukan hal yang sama oleh Kejaksaan Agung.


"Ini kan akhirnya menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa Tom Lembong ini dikriminalisasi. Nah, inilah yang kemudian menyebabkan sebenarnya diskriminasi dalam penegakan hukum," ujar Aan.


Senada dengan Aan, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fikar Hadjar juga meminta Kejaksaan Agung berlaku adil dengan memeriksa Menteri Perdagangan setelah Tom. 


Dia berpendapat, unsur pidana tidak terpenuhi karena tak terdapat keuntungan pribadi yang dinikmati Tom.


Fikar menjelaskan, dugaan korupsi dalam perkara ini berada pada level kebijakan. 


Tom menjabat sebagai Menteri Perdagangan hampir setahun, yakni pada periode 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016 pada era awal pemerintahan Jokowi.


"Maka menurut saya mestinya atasan Tom juga ikut bertanggung jawab. Seharusnya jika kebijakan itu salah, maka presiden sebagai atasan Menteri Perdagangan bisa langsung membatalkan," jelasnya.


Pihak yang disebut Diuntungkan Tom


Berdasarkan dakwaan jaksa terdapat 10 pihak yang disebut diperkaya oleh Tom. Adapun rinciannya sebagai berikut:


1. Memperkaya Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products sebesar Rp144,1 miliar (Rp144.113.226.287,05) yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT. Angels Products dengan Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).


2. Memperkaya Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene sebesar Rp31,1 miliar (Rp31.190.887.951,27) yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Makassar Tene dengan INKOPPOL dan PT PPI.


3. Memperkaya Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya sebesar Rp36,8 miliar (Rp36.870.441.420,95)yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Sentra Usahatama Jaya dengan INKOPPOL dan PT PPI.


4. Memperkaya Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry sebesar Rp64,5 miliar (Rp64.551.135.580,81) yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Medan Sugar Industry dengan INKOPPOL dan PT PPI.


5. Memperkaya Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama sebesar Rp26,1 miliar (Rp26.160.671.773,93) yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Permata Dunia Sukses Utama dengan INKOPPOL dan PT PPI.


6. Memperkaya Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo sebesar Rp42,8 miliar (Rp42.870.481.069,89)yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Andalan Furnindo dengan INKOPPOL dan PT PPI.


7. Memperkaya Hendrogiarto A Tiwow melalui PT Duta Sugar International sebesar Rp41,2 miliar (Rp41.226.293.608,16) yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Duta Sugar International dengan PT PPI.


8. Memperkaya Hans Fatila Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur sebesar Rp74,5 miliar (Rp74.583.958.290,80) yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Berkah Manis Makmur dengan INKOPPOL, PT PPI, dan SKKP TNI–Polri/PUSKOPPOL.


9. Memperkaya Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas sebesar Rp47,8 miliar (Rp47.868.288.631,27) yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Kebun Tebu Mas dengan PT PPI.


10. Memperkaya Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses sebesar Rp5,9 miliar (Rp5.973.356.356,22) yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Dharmapala Usaha Sukses dengan INKOPPOL.


Sumber: Suara

Komentar

Terpopuler