MURIANETWORK.COM - Politisi PDIP Mohamad Guntur Romli menilai adanya keanehan dalam dipanggilnya mantan Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus megakorupsi tata kelola minyak mentah dan produki kilang pada PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023.
Mulanya Guntur mengatakan pihaknya mendukung Ahok untuk buka-bukaan dalam kasus yang merugikan negara Rp193,7 triliun tersebut.
Selain itu, dia juga menegaskan PDIP turut mendukung dibongkarnya kasus korupsi ini oleh Kejagung.
"PDI Perjuangan juga mendukung penuh pemberantasan korupsi khususnya terkait membongkar mafia migas. PDI Perjuangan percaya pada integritas Pak Ahok dan mendukung Pak Ahok untuk membeirkan keterangan sebaik-baiknya, selengkap-lengkapnya dan membawa data dan dokumen yang lengkap," katanya kepada Tribunnews.com, Kamis (13/3/2025).
Kendati demikian, Guntur mempertanyakan alasan Kejagung memanggil Ahok terlebih dulu alih-alih petinggi PT Pertamina Patra Niaga.
Pertanyaan itu muncul dari Guntur setelah Kejagung dinilai olehnya kini terkesan menjadi juru bicara Pertamina dan keluarga Menteri BUMN Erick Thohir.
"Harusnya Komut dan Komisaris Patra Niaga, dipanggil dulu, baru Dirut dan Direksi Pertamina, Komut dan Komisaris Pertamina, terus Menteri BUMN."
"Kalau tiba-tiba langsung ke Ahok (yang dipanggil), ya aneh. Apalagi Kejaksaan tiba-tiba terkesan jadi 'jubir' Pertamina dan keluarga Thohir bersaudara," kata Guntur.
Tak sampai di situ, keanehan menurut Guntur dalam pengungkapan kasus ini juga dilakukan oleh DPR.
Dia mengatakan hal tersebut terlihat ketika anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade, tak setuju Ahok dimintai keterangannya dan menolak pembentukan Panitia Kerja (Panja) yang diusulkan oleh Fraksi PDIP.
Guntur pun menduga sudah ada "permainan di bawah meja" dan ketidakseriusan DPR dalam mengawal dan mengungkap kasus mega korupsi ini.
"Saya menduga seperti itu. Kalau yang ditarget hanya Ahok dan tidak ada keinginan membongkar kasus ini secara luas, maka ada permainan di bawah meja yang ujung-ujungnya hanyalah 'pergantian pemain' saja," ujarnya.
Sebelumnya, Kejagung mengumumkan bakal memanggil Ahok sebagai saksi pada Kamis (13/3/2025) hari ini pada pukul 10.00 WIB.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Peneragan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.
"Iya betul sesuai jadwalnya rencana besok (hari ini)," katanya.
Tentang pemanggilan ini, Ahok pun memasikan bakal memenuhi agenda pemeriksaan tersebut.
Dia juga menyebut surat pemanggilan terhadapnya sudah diterima sejak Selasa (11/3/2025).
"Iya benar (dipanggil), saya akan hadir. Sudah terima (surat) dari kemarin," jelasnya.
Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini yaitu sebagi berikut.
- Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan
- Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin
- Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono
- Dirut PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi
- Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya
- Vice President (VP) Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne
- Beneficiary owner atau pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Keery Andrianto Riza
- Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati
- Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadan Joede.
Kejagung menegaskan para tersangka ini telah merugikan negara mencapai Rp193,7 triliun dengan rinciannya yaitu kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah lewat DMUT atau Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Lalu, adapula kerugian impor BBM lewat DMUT atau Broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp21 triliun.
Kejagung menyebut sembilan tersangka itu bersekongkol untuk melakukan impor minyak mentah tidak sesuai dengan prosedur dan mengolah dengan prosedur yang tidak semestinya.
Tersangka itu disebut menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan dijual ke masyarakat.
Karena itu, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
Febri Diansyah Harus Jaga Etika saat Bela Hasto
Blak-Blakan! Anies Baswedan Beber Upaya Kriminalisasi & Penjegalan Programnya Saat Jabat Gubernur
Dulu Berseberangan di Kasus Sambo, Febri Diansyah dan Rony Talapessy kini Bersatu Bela Hasto PDIP
Buntut Kasus Korupsi Pertamina, Ahok Bakal Diperiksa Kejagung Besok Kamis