Catut Nama Moeldoko, Skandal Megakorupsi Pungli Rp5,04 Triliun PTB Tabrak Banyak Aturan

- Senin, 14 April 2025 | 14:15 WIB
Catut Nama Moeldoko, Skandal Megakorupsi Pungli Rp5,04 Triliun PTB Tabrak Banyak Aturan


MURIANETWORK.COM
- Perbuatan melawan hukum dalam skandal megakorupsi pungli Rp5,04 triliun PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PT PTB) di Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa, Kalimantan Timur, makin terkuak. Ternyata, banyak peraturan yang ditabrak. 

Kasus ini menjadi simbol nyata dari praktik manipulatif dan pengabaian aturan hukum dalam pengelolaan pelabuhan nasional. PT PTB berdalih memiliki legalitas, bahkan sering mencatut nama Kepala Staf Kepresidenan saat itu, Moeldoko. 

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI), Rudi Prianto, PT PTB diduga telah menipu negara dengan mengoperasikan kegiatan ship to ship di wilayah yang tidak memiliki dasar hukum penetapan wilayah pelabuhan. 

”lzin yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan diduga diberikan berdasarkan data yang tidak benar yang disampaikan PT PTB. Ini kejahatan yang serius terhadap negara,” ujar Rudi kepada wartawan di Jakarta, Senin, 14 April 2025.

Dipaparkan Rudi, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 48 Tahun 2021, khususnya Pasal 7, 17, dan 18, penetapan wilayah konsesi wajib dilakukan oleh Menteri Perhubungan dan harus selaras dengan tata ruang wilayah provinsi maupun kabupaten/kota. Penetapan wilayah konsesi Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur wajib berkoordinasi dengan Gubernur Kaltim. 

Sedangkan sesuai Pasal 11 dan 27 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Terkait dengan Angkutan di Perairan, kegiatan usaha di pelabuhan wajib dilaporkan ke Gubernur dan Penyelenggara Pelabuhan setempat. 

Namun dalam kasus ship to ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa tidak ditemukan jejak koordinasi atau rekomendasi dari Gubernur Kaltim. Akibatnya, lokasi kegiatan ship to ship tersebut tidak memiliki dasar penetapan tata ruang yang sah. Penentuan lokasi konsesi diumumkan dengan tidak transparan oleh Kementerian Perhubungan. 

Secara yuridis, lanjut Rudi, apabila lokasi konsesi tidak ditetapkan secara sah, maka seluruh bentuk pungutan yang diberlakukan di wilayah tersebut statusnya menjadi ilegal. Dengan kata lain dapat dipandang sebagai bentuk tindak pidana korupsi pungli. 

Di sisi lain, secara prosedur dan substansi Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, tentang Rekomendasi Persetujuan Penetapan Tarif Awal Jasa Kepelabuhan Pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur, juga bertentangan dengan peraturan yang berlaku. 

”Kementerian Perhubungan wajib mencabut konsesi Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur atas nama PT PTB,” tegas Rudi. 

Kejagung, KPK, PPATK, dan BPKP Diminta Turun Tangan


Sebagaimana telah diwartakan, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Direktorat Investigasi Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) didesak untuk mengusut dugaan korupsi pungutan liar yang telah merugikan negara dan memperkaya PT PTB sedikitnya sebesar 300 juta dolar AS atau setara Rp5.04 triliun. 

Pengusutan diperlukan, menyusul dibatalkannya Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, Hal: Rekomendasi Persetujuan Penetapan Tarif Awal Jasa Kepelabuhan pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur, berdasarkan putusan peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Nomor: 377/B/2024/PT.TUN.JKT tertanggal  18 September 2024. 

Berdasarkan ketentuan Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, PT PTB telah mengenakan tarif bongkar muat dengan dalih penggunaan floating crane terhadap seluruh eksportir batubara, selaku pengguna jasa kepelabuhanan pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa sebesar 1,97 dolar AS per metrik ton. 

”Dari tarif senilai 1,97 dolar AS, sebesar 0,8 dolar AS tanpa dasar hukum masuk ke rekening PT PTB, dengan dalih untuk jasa floating crane. Padahal PT PTB tidak memiliki unit floating crane. Sejak ketentuan tersebut diberlakukan pada Juli 2023, terdapat sebanyak 250 juta metrik ton batubara telah diekspor melalui Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau. Total hasil pungutan liar yang dinikmati PT PTB mencapai 300 juta dolar AS atau setara Rp5,04 triliun, yang seharusnya masuk ke kas negara," ungkap Rudi.

Kasus ini makin jadi sorotan masyarakat Kalimantan Timur dan bahkan nasional, karena setelah diduga mengumpulkan uang hasil pungutan liar sebesar 0,8 dolar AS per metrik ton dari kegiatan Ship to Ship di Muara Berau dan Muara Jawa — dengan nilai total mencapai 300 juta dolar AS atau Rp 5,04 triliun — kini PT PTB memakai dana tidak sah tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI.

Bukti screenshot dari laman resmi SIPP PTUN Jakarta menunjukkan bahwa pada Selasa, 1 Oktober 2024, PT PTB selaku Pemohon Kasasi (Tergugat II Intervensi) secara resmi mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan PTUN Jakarta No. 377/B/2024/PT.TUN.JKT yang sebelumnya telah membatalkan tarif 1,97 dolar AS per ton yang dijadikan dasar pungli.

Ketua Umum APRI Rudi Prianto menyebut langkah PT PTB tersebut merupakan bentuk perlawanan terhadap kedaulatan hukum dan akal sehat publik. 

”Setelah memungut uang secara ilegal dan kalah di pengadilan, kini digunakan untuk membiayai langkah hukum kasasi yang diduga sebagai bentuk perlawanan terhadap negara dengan memanfaatkan dana yang tidak sah. Ini bukan sekadar pembangkangan hukum, melainkan penghinaan terhadap keadilan,” tegas Rudi.

Ia menambahkan, struktur korporasi PT PTB dan PT Indo Investama Kapital memperlihatkan pola pencucian uang terorganisir. Uang hasil pungli dikumpulkan melalui PT PTB, disembunyikan melalui PT Indo Investama Kapital, dan kini digunakan untuk membiayai manuver hukum demi mempertahankan status pungutan yang telah dinyatakan tidak sah oleh pengadilan. 

Menyikapi korupsi pungli PT PTB sebesar Rp5,04 triliun, APRI juga melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung RI, termasuk meminta investigasi atas dugaan penyalahgunaan dana untuk mempengaruhi proses hukum di tingkat kasasi. 

Sumber: rmol

Komentar