Presiden UEA Menolak Permintaan Israel Untuk Tagih Uang ke Palestina, Begini Alasannya

- Selasa, 09 Januari 2024 | 13:31 WIB
Presiden UEA Menolak Permintaan Israel Untuk Tagih Uang ke Palestina, Begini Alasannya

murianetwork.com - Presiden Uni Emirat Arab (UEA) Mohammed bin Zayed menolak permintaan Israel untuk membayar tunjangan pengangguran bagi pekerja Palestina lantaran tak dapat kembali bekerja di negara Zionis itu imbas agresi di Jalur Gaza.

Menurut sumber pejabat Israel dan UEA permintaan uang itu diutarakan langsung Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kepada MBZ.

Mohammed bin Zayed disebut menolak permintaan Netanyahu dengan pernyataan sarkasme.

Baca Juga: Rehan dan Lisa Melaju ke Babak 16 Besar Malaysia Open 2024, Siap Bertempur kontra Unggulan Pertama

"Minta saja uang kepada Zelensky" kata MBZ, menurut beberapa sumber yang mengetahui percakapan tersebut seperti dikutip dari Axios pada Selasa (9/1).

MBZ bicara demikian diduga karena Zelensky menerima banyak bantuan dari sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat buntut perangnya dengan Rusia sejak Februari 2022 lalu.

Selain itu, Ukraina selama ini menggaungkan dukungannya terhadap Israel.

Baca Juga: Isu Ferdy Sambo Tak Berada Dalam Penjara, Mahfud MD Akhirnya Buka Suara

Sementara itu penolakan MBZ ini juga dinilai menegaskan kembali posisi banyak negara Arab yang enggan menanggung biaya untuk pembangunan kembali Gaza yang hancur imbas agresi Israel selama tiga bulan terakhir.

"Gagasan bahwa negara-negara Arab akan datang untuk membangun kembali dan membayar tagihan atas apa yang terjadi saat ini hanyalah angan-angan saja," kata pejabat UEA.

Sejak perang Israel-Hamas pecah, pemerintah Israel memberlakukan larangan bagi warga Palestina di Tepi Barat masuk ke wilayahnya karena alasan keamanan.

Baca Juga: Bupati Sidoarjo Genjot UMKM Go To Ekspor

Dengan penutupan ini lebih dari 100 ribu warga Palestina yang bekerja di Israel pun tidak bisa memasuki wilayah itu.

Kondisi ekonomi Palestina yang memburuk serta meningkatnya angka pengangguran imbas perang telah meningkatkan kekhawatiran di kalangan lembaga keamanan Israel dan pemerintahan Amerika Serikat bahwa kondisi itu bisa menyebabkan peningkatan kekerasan di Tepi Barat.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: jawapos.com

Komentar