Pimpinan KPK Sebut Kewenangan DPR Evaluasi hingga Pencopotan Pejabat Bertentangan UU, Bisa Diuji ke MA

- Kamis, 06 Februari 2025 | 14:35 WIB
Pimpinan KPK Sebut Kewenangan DPR Evaluasi hingga Pencopotan Pejabat Bertentangan UU, Bisa Diuji ke MA


MURIANETWORK.COM - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak merespons revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, yang memberikan kewenangan untuk mengevaluasi pejabat. Ia menilai, aturan berlebihan itu bertentangan dengan undang-undang. 
 
Menurutnya, jika terdapat pihak-pihak yang merasa keberatan dengan revisi tatib DPR dapat menggugat ke Mahkamah Agung (MA). 
 
"Iya (bertentangan dengan UU). Hal itu yang dapat dijadikan alasan untuk mengajukan permohonan judicial review ke MA RI," kata Johanis Tanak kepada wartawan, Kamis (6/2).
 
Sebab, salah satu penting dalam revisi tatib DPR yang disahkan rapat paripurna, Selasa (4/2) memberikan kewenangan tambahan kepada DPR untuk mengevaluasi secara berkala, yang tidak mustahil berujung pada pencopotan atau pemberhentian terhadap pejabat dan pimpinan lembaga yang diajukan, disetujui atau diberikan pertimbangan oleh DPR. 
 
Para pejabat itu bisa meliputi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hakim Mahkamah Agung (MA), hakim Mahkamah Konstitusi (MK), serta gubernur Bank Indonesia, dan dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 
 
Johanis menekankan, dari sudut pandang hukum administrasi negara, surat keputusan pemberhentian pejabat hanya dapat dilakukan oleh pejabat dari lembaga yang mengangkat pejabat tersebut atau  surat keputusan pengangkatan dinyatakan batal atau tidak sah oleh putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), berdasarkan gugatan yang diajukan oleh orang atau badan yang merasa kepentingannya dirugikan. 
 
Hal itu diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara. Karena itu, dalam konteks pimpinan KPK, pemberhentian pimpinan KPK hanya dapat dilakukan oleh presiden atau putusan PTUN. Selain itu, pemberhentian pimpinan KPK juga harus sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. 
 
"Surat keputusan pemberhentiannya harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 ya g mengatur mengenai syarat pemberhentian pimpinan KPK," tegas Johanis. 
 
Lebih lanjut, Johanis Tanak menyatakan jika ditinjau dari sudut pandang hukum tata negara, khususnya mengenai peraturan perundang-undangan yang diatur Pasal 7 dan Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, posisi peraturan DPR berada di bawah UU. Karena itu, pihak yang dirugikan atas tatib DPR dapat menggugatnya ke MA. 
 
"Bila ada pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh peraturan DPR tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan judicial review ke MA," pungkasnya.

Sumber: jawapos

Komentar