MURIANETWORK.COM - Aksi kekerasan aparat kepolisian kembali terjadi. Kali ini, aparat dari Polda Banten diduga menangkap paksa terhadap sejumlah warga dan santri pondok pesantren, di Kampung Cibetus, Padarincang, Banten, pada Jumat (7/2/2025) lalu.
Penangkapan sejumlah satri ponpes itu diduga dilakukan polisi tanpa surat tugas.
Direktur LBH Jakarta, Fadhil Fathan Taud menjelaskan kronologi terkait peristiwa penangkapan sejumlah warga dilakukan aparat kepolisian pada Jumat lalu sekitar pukul 00.30 WIB.
Tanpa melengkapi diri dengan surat tugas, aparat telah meringkus orang-orang yang dianggap terlibat aksi kekerasan.
Tak hanya warga, polisi juga ikut menyisir ponpes yang berada di lokasi. Disebutkan jika ada sebanyak 9 orang yang ditangkap termasuk anak-anak.
“Tanpa menjelaskan masalah apapun, aparat kepolisian juga membombardir pondok pesantren dan menangkap anak-anak santri yang sedang beristirahat. Polisi juga sempat menodongkan senjata api kepada warga,” ujar Fadhil lewat keteragan resmi, Senin (10/2/2025).
Akibat peristiwa itu, kata Fadhil, kondisi warga Kampung Cibetus masih mengalami trauma. Terlebih polisi bersenjata lengkap juga masih berkeliaran.
“Tindakan arogan polisi tersebut malah diikuti dengan banyaknya polisi yang mengintimidasi warga agar menyatakan bahwa kebrutalan polisi yang terjadi adalah hoax,” jelasnya.
Hingga kini, kata Fadhil, telah ada sembilan orang warga yang ditangkap, ditetapkan sebagai tersangka, dan ditahan secara sewenang-wenang oleh Polda Banten, di antaranya tiga laki-laki dewasa, satu perempuan, dan lima orang santri anak.
“Semuanya ditahan di Rumah Tahanan Polda Banten oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Subdit Ill Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) dengan dugaan melanggar Pasal 170 jo, Pasal 55 KUHP tentang kekerasan yang dilakukan di muka umum,” ujarnya.
Ironisnya, lanjut Fadhil, para warga tidak mendapatkan pendampingan atau bantuan hukum.
“Hingga kini, Polda Banten tidak membuka akses pendampingan atau bantuan hukum,” katanya.
“Selain itu, anak-anak yang menjadi tersangka tidak didampingi oleh Petugas dari Balai Pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak,” tambahnya.
Atas peristiwa tersebut LBH Jakarta mendesak agar Kapolri memerintahkan Kapolda Banten untuk membuka akses bantuan hukum dan membebaskan seluruh warga yang ditangkap.
Selanjutnya, LBH Jakarta meminta agar Kapolri memerintahkan Kapolda Banten agar seluruh polisi yang mash berada di Padarincang meninggalkan lokasi karena menimbulkan ketakutan dan berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-wenang lebih lanjut.
“Kami mendorong agar Kapolri memerintahkan Kapolda Banten untuk melakukan pemulihan kondisi fisik dan psikis masyarakat yang menjadi korban tindak kekerasan polisi,” ucapnya.
Kemudian, LBH Jakarta juga meminta agar Kapolri memerintahkan Kepala Divisi Propam untuk memeriksa Kapolda Banten dan semua polisi yang terlibat aksi kekerasan terhadap warga dan santri di Padarincang.
“Kompolnas, Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, untuk memberikan perlindungan dan pemulihan kepada warga Padarincang yang menjadi korban atau berpotensi menjadi korban dalam peristiwa tersebut,” pungkasnya.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Tragis! Satu Keluarga Tinggal di Bekas Kandang Kerbau
Presiden Prabowo Hadiri Sidang Istimewa Laporan Tahunan 2024 Mahkamah Agung
Aksi Demo Mahasiswa Dinilai Hal Wajar, Namun Sebaiknya Lebih Jeli Memahami Informasi soal Kebijakan
Komdigi Blokir 993.144 Situs Judi Online dan 187.865 Konten Pornografi hingga Februari 2025