Prabowo Setelah 100 Hari: Makin Berjarak dengan Jokowi?

- Jumat, 14 Februari 2025 | 21:25 WIB
Prabowo Setelah 100 Hari: Makin Berjarak dengan Jokowi?


Prabowo Setelah 100 Hari: 'Makin Berjarak dengan Jokowi?'


Sehari setelah menganulir kebijakan gas melon bersubsidi, Presiden Prabowo Subianto melontarkan kalimat itu.


"Kami tidak akan ragu-ragu bertindak. Seratus hari pertama, yah, istilahnya saya sudah berikan peringatan berkali-kali," kata Prabowo dalam pidatonya di Harlah ke-102 Nahdlatul Ulama di Jakarta (05/02).


"Sekarang, siapa yang bandel, siapa yang ndablek, siapa yang tidak mau ikut dengan aliran besar ini, dengan tuntutan rakyat untuk pemerintahan yang bersih, siapa yang tidak patuh, saya akan tindak."


Setelah acara, Prabowo kembali mengulang dan memperjelas pidatonya ketika ditanya wartawan.


"Begini, kita ingin rakyat menuntut pemerintah yang bersih dan benar, yang bekerja dengan benar, jadi saya ingin tegakkan itu," kata Prabowo kepada wartawan. 


"Jadi, kepentingan hanya untuk bangsa rakyat, tidak ada kepentingan lain. Yang tidak mau bekerja benar-benar untuk rakyat, ya saya akan singkirkan," tegasnya.


Pernyataan ini dianggap publik sebagai sinyal untuk Prabowo Subianto merombak kabinet yang saat itu baru 105 hari dipimpinnya.


Karena dilontarkan hanya sesaat setelah kekisruhan gas bersubsidi, dugaan menteri yang terancam dicopot mengarah pada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.


Pada 4 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto melalui kader Partai Gerindra yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, membatalkan keputusan Bahlil terkait pembatasan penjualan gas elpiji 3 kilogram.


Langkah tersebut diambil sebagai respon terhadap kelangkaan elpiji di masyarakat.


"Presiden telah menginstruksikan kepada Kementerian ESDM untuk per hari ini mengaktifkan kembali pengecer-pengecer yang ada untuk berjualan seperti biasa," kata Sufmi.


Padahal, menurut laporan dan investigasi TEMPO pada Oktober tahun lalu, Bahlil dikenal sebagai salah satu "orang Jokowi", meski hal itu dibantah Bahlil.


"Saya ketua Tim Kampanye Strategis Prabowo-Gibran," kata Bahlil menanggapi tudingan kalau dia masuk kabinet Prabowo karena dekat dengan Jokowi, selain karena dirinya pemimpin Partai Golongan Karya.


Meski demikian, aroma cawe-cawe Jokowi pada kabinet Prabowo setelah 100 hari pertama masih terendus kuat.


Dalam laporannya, "100 Hari Kabinet Prabowo: Satu Kabinet Dua Presiden" yang terbit pada 2 Februari lalu, TEMPO menyebut Jokowi seperti "matahari kedua" dalam kabinet Prabowo.


Di sana disebutkan walaupun sudah tak lagi berkuasa, sejumlah menteri masih rajin mendatangi Jokowi di Solo untuk mendiskusikan banyak hal, mulai dari kasus judi online, IKN, sampai program yang menjadi tanggung jawab Wapres Gibran Rakabuming Raka.


Bisa jadi di satu sisi Jokowi masih ikut campur tangan dalam pemerintah Prabowo, tapi analisis ini bermaksud memperlihatkan sisi lainnya, bahwa Prabowo Subianto sebenarnya sudah mencoba menjaga jarak dengan Jokowi, bahkan sejak ia mulai memerintah.


"Jarak-jarak" yang diambil Prabowo


Salah satu jarak yang diambil pemerintahan Prabowo dengan Jokowi bisa dilihat dalam kontroversi pagar laut.


Saat publik gaduh dengan keberadaan pagar laut di Kabupaten Banten, menteri-menteri Prabowo kompak menyebut nama Jokowi, dengan menegaskan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pagar laut di perairan Tangerang, Banten terbit pada 2023 atau pada era Jokowi.


“Iya, [diterbitkan pada] 2023. Saya mendapatkan penjelasan itu dari Kementerian ATR/BPN. Saya tidak tahu [soal pembangunan pagar laut],” kata Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono.


Di sisi lain, merujuk pada situs informasi yang dikelola oleh Kementerian ATR, mayoritas lahan yang masuk dalam SHGB dan SHM dikuasai oleh dua perusahaan, yakni PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti yang ada di bawah Agung Sedayu Group, perusahaan milik konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan.


Bersama dengan Salim Group, Agung Sedayu sedang membangun Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang berlokasi bersebelahan dengan titik awal pagar laut.


Sementara tak jauh dari sana, Agung Sedayu juga tengah membangun PIK Tropical Coastland.


PIK Tropical Coastland tercatat sebagai proyek strategis nasional (PSN) sejak Maret 2024.


Ketika itu sempat mencuat dugaan Jokowi memberikan status PSN proyek Aguan sebagai balas jasa atas investasinya di ibu kota Nusantara (IKN).


Menurut direktur Citra Institute, Yusak Farhan, sikap kabinet Prabowo soal pagar laut dan SHGB-SHM milik Aguan, yang dianggap bermasalah, merupakan indikasi adanya jarak antara  Prabowo dan Jokowi.


"Secara politik, sikap Prabowo bisa diterjemahkan sebagai upaya keluar dari bayang-bayang Jokowi yang lebih pro terhadap oligarki sembilan naga," kata Yusak kepada Alinea.id.


Tetapi mungkin Prabowo Subianto sudah mulai mengambil jarak, jauh sebelum ribut-ribut pagar laut, yakni sejak awal pemerintahannya. 


Jarak ini bisa dilihat dari program prioritas pemerintahan Prabowo 2025 dengan anggaran sebesar Rp121 triliun yang disetujui DPR pada September 2024 .


Di sana, tidak ada satu pun program yang mencerminkan lanjutan dari apa yang telah dilakukan oleh Jokowi, seperti pembangunan-pembangunan infrastruktur, apalagi Ibu Kota Nusantara.


"Justru kalau kita lihat progrm quick win itu, Prabowo [seolah] mengatakan bahwa selama sepuluh tahun itu pemerintah enggak ngapa-ngapain dan telah gagal," kata akademisi dan peneliti dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Dr Sulfikar Amir. 


"Sehingga kita harus mulai dari basic, memperbaiki sekolah, kesehatan, TBC, kasih makan anak, itu kan hal yang fundamental semua yang sudah dilakukan negara lain puluhan tahun yang lalu," tambahnya.


Baru pada akhir Januari 2025 pemerintahan Prabowo mengumumkan komitmen anggaran Rp48,8 triliun untuk IKN sepanjang 2025-2029.


Tapi toh realisasi angka yang jauh lebih kecil dari alokasi anggaran APBN di masa Jokowi belakangan juga diluruskan oleh Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo.


"IKN kayaknya belum ada [progres] ... kan anggaran kita diblokir semua, kok tanya progres? Gimana sih? Anggarannya enggak ada, [tapi tanya] progres." 


"Progresnya, buat beli makan siang Pak Menteri.  Itu progresnya," kata Dody Hanggodo saat ditanya wartawan (08/02).


Jarak selanjutnya yang mungkin tak banyak dilihat orang adalah komunikasi Prabowo dengan Megawati Soekarnoputri.


Jika tahun lalu komunikasi antara Prabowo dan Megawati sempat terputus, pada tahun 2025 ini menurut penelusuran TEMPO, keduanya sudah dua kali berkomunikasi secara daring.


"Satu pertemuan digelar lewat aplikasi Zoom selama delapan menit, satu lagi lewat panggilan video dengan telepon seluler milik Mayor Teddy," tulis laporan tersebut.


Sumber ABC yang dekat dengan lingkaran istana dan pernah menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi membenarkan upaya Prabowo membuka komunikasi dengan Megawati.


"Prabowo memang mau mendekat ke Mega, [dan] Mega mensyaratkan Prabowo lepas dari Jokowi," katanya.


"Bagi Prabowo, lebih penting Mega daripada Jokowi," tambahnya.


Ia juga membenarkan langkah ini merupakan indikasi Prabowo membuat jarak dengan Jokowi, setelah Jokowi pecah kongsi dengan PDI-P yang dipimpin Megawati.


Tiga hal ini hanya sebagian dari jarak-jarak lain yang diambil Prabowo untuk setidaknya "menjauh" dari Jokowi.


"Menurut saya Prabowo mencoba menjauh, kemudian mencari cara yang seemingly rational untuk memotong legacy Jokowi," ujar Dr Sulfikar Amir.


Berjarak, tapi tak selalu berarti lebih baik


Meskipun Presiden Prabowo Subianto telah mengambil langkah dan keputusan yang bisa dibaca sebagai upayanya berjarak dari Jokowi, bukan berarti keputusannya itu juga lebih baik.


Soal anggaran untuk IKN versus makan bergizi gratis (MBG), misalnya.


Walau sejumlah pengamat memahami keputusan Prabowo tidak memprioritaskan IKN dan tidak mengalokasikan anggaran yang signifikan dari APBN, tapi keputusan Prabowo bersikukuh pada program MBG sebagai prioritas juga tak lepas dari kritik.


Dr Sulfikar menilai anggaran sebesar Rp71 triliun untuk MBG hingga bulan Juni, terlalu besar jika dibandingkan dengan anggaran program serupa di negara lain.


"Program Midday Meal Scheme di India budgetnya hanya 20 triliun per tahun atau 0,26 persen dari APBN-nya, di Amerika juga begitu, kira-kira hanya 0,26 persen dari APBN ... di Indonesia, anggarannya mencapai hampir 3 persen dari APBN kita." 


"Itu terjadi karena Prabowo punya ambisi menjadikan MBG ini program universal, semua anak dikasih makan padahal belum tentu semuanya butuh karena dari keluarga mampu."


"Kan intinya MBG itu untuk mengurangi ketimpangan gizi, di mana ada sekelompok masyarakat malnutrisi sehingga perlu dibantu ... jadi program universal ini kontradiktif."


Kembali ke soal jaga jarak dan sinyal-sinyal perombakan kabinet yang kita bicarakan di awal analisa ini, maka jarak terjauh Prabowo dari Jokowi, jika analisis ini tak meleset, adalah saat Prabowo merombak kabinetnya dan mengganti para menteri warisan Jokowi.


Tapi kapan dan apakah itu akan terjadi, kita masih harus menanti. ***

Komentar