Megawati Melakukan Makar Terhadap Pemerintahan Yang Sah?

- Sabtu, 22 Februari 2025 | 15:05 WIB
Megawati Melakukan Makar Terhadap Pemerintahan Yang Sah?


'Megawati Melakukan Makar Terhadap Pemerintahan Yang Sah?'


Oleh: Prihandoyo Kuswanto

Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila


PENDAHULUAN

Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, telah mengeluarkan instruksi melarang kepala daerah dari partainya untuk mengikuti retret yang diadakan pemerintah pada 21-28 Februari 2025. 


Instruksi ini tertuang dalam Surat DPP PDIP Nomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang ditandatangani Megawati pada 20 Februari 2025.


Keputusan ini menyusul penahanan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, pada hari yang sama. 


Langkah Megawati ini pun menimbulkan pertanyaan besar: apakah tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai upaya makar terhadap pemerintahan yang sah?


DEFINISI MAKAR DALAM HUKUM

Makar, dalam konteks hukum, merujuk pada tindakan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah dengan tujuan menjatuhkan atau menentang kebijakan yang telah ditetapkan secara sah. 


Istilah ini berasal dari bahasa Belanda aanslag, yang berarti serangan atau penyerangan.


KUHP mengatur makar dalam beberapa pasal:


  • Pasal 104 KUHP: Makar yang bertujuan menghilangkan nyawa atau merampas kemerdekaan Presiden atau Wakil Presiden.
  • Pasal 106 KUHP: Makar dengan tujuan menggulingkan pemerintahan yang sah.
  • Pasal 107 KUHP: Makar dalam bentuk pemberontakan terhadap negara.


Dengan melihat definisi ini, perlu dianalisis apakah tindakan Megawati memenuhi unsur-unsur makar yang diatur dalam hukum.


APAKAH TINDAKAN MEGAWATI TERMASUK MAKAR?


Untuk menentukan apakah tindakan Megawati dapat dikategorikan sebagai makar, kita harus mengacu pada unsur-unsur yang dipersyaratkan, yaitu:


  1. Adanya niat untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah.
  2. Adanya permulaan pelaksanaan rencana tersebut.
  3. Pelaksanaan rencana tersebut hanya gagal bukan karena kehendak sendiri.


Jika larangan Megawati terhadap kepala daerah dari PDIP untuk mengikuti agenda resmi pemerintah terbukti sebagai bagian dari rencana untuk melemahkan atau menggulingkan pemerintahan, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai makar. 


Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan lembaga hukum yang berwenang.


PENTINGNYA PENEGAKAN HUKUM


Merintangi atau menghambat kebijakan pemerintah yang sah dapat dianggap sebagai tindakan ilegal. Beberapa regulasi yang relevan antara lain:


  1. Pasal 211 KUHP: Mengatur tindakan yang menghalangi pelaksanaan keputusan pemerintah, dengan ancaman pidana penjara hingga 2 tahun 8 bulan.
  2. Pasal 212 KUHP: Mengatur tindakan yang menghambat tugas pemerintah, dengan ancaman pidana hingga 1 tahun 4 bulan.
  3. Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan: Menegaskan kewajiban warga negara untuk mematuhi keputusan pemerintah.
  4. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014: Mengatur tata cara pelaksanaan tugas pemerintahan dan kewajiban warga untuk tidak menghalanginya.


Potensi Sanksi Hukum


Jika terbukti melanggar hukum, sanksi yang dapat dikenakan terhadap tindakan tersebut antara lain:


  • Pidana penjara.
  • Denda.
  • Pemecatan dari jabatan.
  • Pembatalan izin partai politik.


Namun, penting untuk diingat bahwa setiap tindakan harus diuji secara hukum agar tidak melanggar hak-hak dasar warga negara.


KESIMPULAN


Demi tegaknya hukum, aparat keamanan harus segera mengambil langkah tegas untuk menyelidiki apakah tindakan Megawati memenuhi unsur makar atau tidak. 


Hal ini menjadi ujian bagi Presiden terpilih, Prabowo Subianto: apakah Indonesia benar-benar negara hukum, atau justru membiarkan tindakan yang berpotensi merendahkan kewibawaan pemerintahan tanpa konsekuensi?


Negara ini harus membuktikan bahwa hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas. 


Jika tindakan Megawati terbukti melanggar hukum, maka langkah penegakan harus diambil tanpa pandang bulu. ***


Sumber: FusilatNews

Komentar