Dinasti Politik: Antara AHY, Puan dan Mungkin Gibran

- Senin, 24 Februari 2025 | 14:10 WIB
Dinasti Politik: Antara AHY, Puan dan Mungkin Gibran


Dinasti Politik: 'Antara AHY, Puan dan Mungkin Gibran'


Oleh: Karyudi Sutajah Putra

Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)


Ada dua tokoh penting Indonesia yang berhasil membangun dinasti politik: Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).


Keduanya adalah Presiden ke-5 dan ke-6 RI. Megawati tak sampai satu periode karena menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang lengser di tengah jalan pada 23 Juli 2021 hingga 20 Oktober 2024, sedangkan SBY dua periode, yakni 2004-2009 dan 2009-2014.


Megawati sejak 1993 hingga kini berhasil menduduki kursi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dari sebelumnya PDI saja. 


Sedangkan SBY pada 2015 hingga 2020 berhasil menduduki kursi Ketua Umum Partai Demokrat, dilanjutkan menjadi Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat periode 2020-2025.


Megawati berhasil mendudukkan putri kandungnya, Puan Maharani sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di Kabinet Kerja atau periode pertama pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.


Disusul dengan keberhasilan putri sulung Bung Karno itu mendudukkan Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI, yakni 2019-2024 dan 2024-2029.


Megawati juga berhasil mendudukkan Puan sebagai Ketua DPP PDIP hingga kini.


Adapun SBY berhasil mendudukkan putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional di akhir periode kedua masa pemerintahan Jokowi atau di Kabinet Indonesia Maju, dilanjutkan sebagai Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan di Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto.


SBY juga berhasil mendudukkan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode setelah dirinya, yakni 2020-2025.


Tidak itu saja. SBY juga berhasil mendudukkan putra bungsunya, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas sebagai anggota DPR RI hingga kini, dan sebagai Ketua DPP setelah sebelumnya sempat menjadi Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat.


Dari empat tokoh Deklarasi Ciganjur pada 10 November 1998, yakni Gus Dur, Megawati, Amien Rais dan Sri Sultan Hamengkubuwono X, praktis hanya Megawati yang berhasil membangun dinasti politik.


Gus Dur tak berhasil mendudukkan putrinya, Zannuba Arifah Chafsoh alias Yenny Wahid sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikannya. 


Kursi Ketua Umum PKB justru direbut oleh Muhaimin Iskandar, keponakannya, sejak 2005 hingga kini.


Sri Sultan cukup menjadi kader Golkar saja. Kalaupun ia berhasil mengantarkan permaisurinya, Gusti Kanjeng Ratu Hemas sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI sejak 2004 hingga kini, bahkan sempat menjadi Wakil Ketua DPD periode 2014-2019 dan 2019-2024, Sri Sultan tidak menguasai partai politik.


Amien Rais juga tak berhasil membangun dinasti politik. Memang, anak-anak bekas Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini sempat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DI Yogyakarta, tapi tak sampai bisa menguasai PAN. 


Bahkan bekas Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI itu harus terlempar dari partai yang didirikannya, yakni PAN. Tragis, memang.


Lebih tragis lagi, ternyata Amien Rais disingkirkan oleh Zulkifli Hasan, besannya sendiri saat itu.


Amien Rais kemudian mendirikan Partai Ummat. Menantunya, Ridho Rahmadi didapuk menjadi ketua umumnya. 


Namun, menjelang Kongres Partai Ummat saat ini, sedikitnya 20 Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Ummat menolak Ridho menjadi ketua umum lagi.


Kini, dalam Kongres VI Partai Demokrat yang akan berlangsung mulai esok, Selasa (25/2/2025), AHY mendapat dukungan dari 38 DPW Partai Demokrat di seluruh Indonesia untuk maju kembali sebagai calon ketua umum. 


AHY diprediksi akan terpilih secara aklamasi sebagaimana pada Kongres V Partai Demokrat tahun 2020 lalu.


Ketika nanti SBY berhasil mendudukkan AHY di kursi Ketua Umum Partai Demokrat untuk kedua kalinya, lalu bagaimana dengan Megawati, apakah ia akan menyerahkan tongkat estafetnya kepada Puan untuk menjadi Ketua Umum PDIP dalam Kongres VI PDIP April mendatang?


Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, hingga kini belum ada sosok yang kuat sebagai calon pengganti Megawati di PDIP.


Sebab itu, mayoritas DPD masih menjagokan Megawati untuk maju kembali sebagai calon Ketua Umum PDIP dalam Kongres VI mendatang.


Hal tersebut berbeda dengan SBY. Meski dukungan internal partainya masih cukup kuat, namun ia lebih memilih menyerahkan tongkat estafetnya kepada AHY. 


Bekas menteri Megawati itu cukup menjadi Ketua Majelis Tinggi saja, kursi yang kemungkinan besar akan dia raih kembali pada Kongres V Partai Demokrat esok hari.


Karakteristik kepemimpinan Megawati dengan SBY memang berbeda. Megawati lebih mengandalkan kharisma. 


Bahkan kharisma Megawati yang merupakan turunan bapaknya, Bung Karno itu menjadi semacam tali pengikat bagi “sapu lidi” bernama PDIP.


Mungkin masih perlu waktu bagi Puan untuk dapat diterima sepenuhnya oleh seluruh pengurus dan kader PDIP. Hal ini berbeda dengan AHY.


Jokowi pun berhasil membangun dinasti politik. Tapi bukan di partai politik, melainkan di pemerintahan.


Selain berhasil menjadi presiden hingga dua periode, 2014-2019 dan 2019-2024, bahkan sempat hendak menambah lagi ke periode ketiga, Jokowi juga berhasil mendudukkan anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI, dan menantunya Bobby Nasution sebagai Gubernur Sumatera Utara.


Sebelumnya, Gibran adalah Walikota Surakarta, Jawa Tengah, dan Bobby adalah Walikota Medan, Sumut.


Putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep telah berhasil merebut kursi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (KSI). 


Target Jokowi berikutnya mungkin membangun dinasti politik di parpol, dengan katakanlah dirinya atau Gibran menjadi ketua umum parpol. Entah parpol apa. Mungkin saja! ***

Komentar