MURIANETWORK.COM - Hubungan erat antara pengusaha, pejabat pemerintah, dan militer bukan hal baru di Indonesia.
Jalinan kepentingan saling menguntungkan ini berakar pada kebutuhan pengusaha akan akses kebijakan, perlindungan keamanan, hingga dukungan politik.
Fenomena kedekatan para taipan dengan militer dan pejabat pemerintah menunjukkan betapa kuatnya simbiosis kepentingan di Indonesia.
Akses politik, dukungan keamanan dan sokongan dana kampanye menjadi alat tukar yang melanggengkan oligarki tanpa sentuhan hukum.
Meski berbagai kasus mencuat, hingga kini negara belum mampu menegakkan hukum secara setara terhadap para taipan ini.
Berikut lima konglomerat yang dikenal dekat dengan kekuasaan dan militer, namun nyaris tak tersentuh hukum meski kerap diterpa kasus.
1. Tomy Winata
Tomy Winata, pendiri Artha Graha Network (AG Network), memiliki hubungan erat dengan militer sejak awal karier bisnisnya.
Pada 1989, ia bersama Sugianto Kusuma (Aguan) menyehatkan Bank Propelat milik Yayasan Siliwangi ABRI, yang kemudian berganti nama menjadi Bank Artha Graha.
Dukungan dari jenderal seperti TB Silalahi dan Edi Sudradjat memperkuat posisinya dalam proyek-proyek strategis.
Di bawah kendali Tomy, Artha Graha berkembang ke berbagai sektor seperti properti, asuransi, telekomunikasi, perikanan, hingga elektronik.
Jejak keterlibatan militer tetap terasa, terutama dengan hadirnya mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Kiki Syahnakri di jajaran komisaris perusahaan.
Sejak 2005, meski TNI secara resmi dilarang berbisnis, hubungan personal antara Tomy dan para jenderal terus terjalin.
2. Sugianto Kusuma (Aguan)
Pendiri Agung Sedayu Group ini dikenal memiliki hubungan dekat dengan pejabat pemerintah dan militer.
Proyek-proyek besar seperti Pantai Indah Kapuk (PIK) menjadi bukti kedekatannya dengan elite politik dan keamanan.
Aguan bahkan dikawal mobil polisi saat bepergian, sebagaimana terungkap dalam laporan investigasi Tempo pada 2024.
Nama-nama besar seperti Letjen TNI Purn. Nono Sampono, Laksdya TNI (Purn) Freddy Numberi, hingga mantan Kapolri Listyo Sigit Prabowo masuk dalam lingkaran kepercayaannya.
Sikap TNI dan Polri yang tidak menjaga jarak dengan Aguan memicu kontroversi, bahkan mendapat kritik dari mantan Danjen Kopassus, Mayjen (Purn) Soenarko.
3. Mohammad Riza Chalid
Dikenal sebagai "Godfather Minyak," Riza Chalid berkuasa dalam bisnis impor minyak melalui jaringan perusahaan di Singapura seperti Supreme Energy dan Straits Oil.
Ia kerap dikaitkan dengan dugaan korupsi di sektor energi, termasuk skandal Petral dan kasus Freeport.
Meski namanya terus mencuat dalam berbagai kasus besar, Riza tetap lolos dari jerat hukum.
Koneksi politiknya, termasuk sebagai penyokong dana kampanye, memperkuat posisinya di lingkaran elite kekuasaan.
Bisnisnya diperkirakan menghasilkan sekitar US$30 miliar per tahun, sementara kekayaannya ditaksir mencapai US$415 juta.
Angka tersebut menjadikannya sebagai orang terkaya ke-88 dalam daftar Globe Asia tahun 2015.
Di dunia perminyakan, Riza memiliki sejumlah perusahaan yang beroperasi di Singapura, seperti Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum.
Selain itu, pada tahun 1997, ia pernah mewakili PT Dwipangga Sakti Prima perusahaan milik Mamiek Soeharto dan Bambang Trihatmodjo dalam pembelian pesawat Sukhoi di Rusia.
Perusahaan ini sebelumnya terseret kasus mark-up pengadaan pesawat Hercules pada 1996.
Dalam perjalanan tersebut, Riza didampingi sejumlah tokoh, termasuk Ginandjar Kartasasmita dan Jenderal Wiranto.
4. Lo Stefanus
Pengusaha perhiasan di balik Frank & Co dan Mondial Jewellery ini pernah terseret dalam kasus rekening gendut yang melibatkan Budi Gunawan pada 2015.
Meski dugaan gratifikasi mencapai Rp57 miliar, kasus tersebut menguap tanpa proses hukum.
Jejak bisnis Lo Stefanus mencakup properti, media, hingga event organizer, dengan koneksi erat ke sejumlah petinggi Polri.
Ia juga disebut-sebut memiliki hubungan dekat dengan pengusaha Robert Bonosusatya yang belakangan terjerat kasus korupsi PT Timah.
Mengutip BusinessWeek, Lo Stefanus sudah berkibar sebagai pemilik dan pendiri toko permata serta berlian sejak puluhan tahun.
Awalnya ia mewarisi bisnis toko emas milik ayahnya dan mengembangkan brand miliknya Frank & Co. Toko ini di bawah payung PT Central Mega Kencana.
Frank & Co diketahui punya sedikitnya 10 gerai, yang tersebar di sejumlah kompleks mal elite di Ibu Kota, antara lain Pondok Indah Mal, Jakarta Selatan; Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat; Plaza Senayan, Jakarta Selatan, Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara; Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, dan Summarecon Mal Serpong, Tangerang.
Selain Frank & Co, PT Central Mega Kencana juga menaungi tiga lagi merek terkemuka dalam bidang perhiasan seperti Mondial Jewellery, Miss Mondial, dan The Palace National Jeweler.
Toko-toko ini berlokasi di Indonesia dan Singapura.
5. Robert Priantono Bonosusatya (RBT)
Robert Bonosusatya atau Bong alias RBT dikenal sebagai sosok misterius di dunia bisnis. Ia terlibat dalam berbagai sektor mulai dari properti, perkebunan, hingga tambang.
Dalam kasus Judi online yang melibatkan Petinggi Polri Ferdi Sambo hingga korupsi PT Timah, RBT disebut-sebut sebagai aktor utama.
Kedekatan Robert dengan petinggi Polri membuatnya lolos dari berbagai jerat hukum.
Sumber internal menyebut Robert memiliki reputasi sebagai pengusaha berkarakter rendah hati, sehingga disukai banyak jenderal.
Robert Priantono Bonosusatya alias RBT alias Bong sangat terkenal di kalangan petinggi Polri, sama seperti pasca seniornya Tommy Winata.
Hanya saja, sulit mendapatkan informasi karena RBT merupakan sosok yang tertutup dari media.
Mengutip sejumlah sejumlah sumber, RBT alias Bong pernah eksis salah satunya PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) milik Siti Hardijanti Hastuti Indra Rukmana alias Mbak Tutut.
Bong juga diketahui sebagai pemegang saham dan PT Synthesis Karya Pratama, pengembang Plaza Semanggi.
Di bisnis properti, Robert diketahui pemilik Hotel butik The Gunawarman yang berada di jalan Senopati, Kebayoran, Jakarta Selatan.
Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir, Robert lebih dikenal sebagai bos tambang serta pemilik sejumlah konsesi sawit Kabupaten Tebo serta Batang Hari, Provinsi Jambi.
Sumber: Sawitku
Artikel Terkait
Muhammad Haniv, Eks Pejabat Pajak Diduga Pakai Uang Gratifikasi untuk Fashion Show Anak
Maung MV3 Bakal Jadi Kendaraan Babinsa hingga Bhabinkamtibmas, Menhan: Pimpinan Pakai AC
Beda Gaji Dirut vs Komut Pertamina, Ahok Kesal Harusnya Jadi Direktur Utama demi Cegah Korupsi
Lukisan Sederhana Hasil Goresan Kapolri Laku Rp 330 Juta di Pelelangan, Pantaskah Menurutmu?