Gelombang demonstrasi bertajuk “Indonesia Gelap” yang muncul serentak di berbagai daerah menarik perhatian publik. Pengamat intelijen Amir Hamzah menilai aksi ini bukan sekadar protes spontan, melainkan bagian dari skenario politik yang lebih besar untuk melemahkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Amir Hamzah menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menghadiri HUT ke-17 Partai Gerindra sebagai pemicu munculnya demonstrasi ini. Dalam pidatonya, Jokowi menyatakan bahwa tidak ada yang berani mengkritik Presiden Prabowo karena ia adalah pemimpin yang sangat kuat.
“Pernyataan ini seolah menjadi sinyal yang kemudian direspons dengan demonstrasi serentak di berbagai daerah. Dalam dunia intelijen, ada pola tertentu yang bisa menunjukkan bahwa aksi ini bukan murni gerakan organik, melainkan ada koordinasi dan agenda politik di baliknya,” ujar Amir kepada redaksi wwww.suaranasional.com, Selasa (5/3).
Menurutnya, demonstrasi ini mengangkat narasi bahwa Indonesia sedang berada dalam “kegelapan” di bawah pemerintahan Prabowo. Isu-isu seperti kebebasan berpendapat, transparansi pemerintahan, serta kebijakan ekonomi menjadi bahan utama kritik dalam aksi ini.
Amir menjelaskan bahwa dalam analisis intelijen, gerakan yang muncul serentak di berbagai wilayah dengan narasi yang seragam sering kali bukan kebetulan.
“Demo yang terjadi di banyak kota dengan tema yang sama dalam waktu berdekatan menunjukkan adanya perencanaan. Ini bukan sekadar spontanitas dari masyarakat, melainkan ada aktor-aktor tertentu yang menggerakkan,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa gerakan semacam ini biasanya bertujuan untuk membangun persepsi publik bahwa pemerintahan yang baru berjalan tidak kompeten atau tidak demokratis.
“Ada upaya untuk membentuk opini bahwa Prabowo adalah pemimpin otoriter, yang anti-kritik. Padahal, ini lebih kepada framing politik yang dimainkan oleh pihak tertentu,” jelas Amir.
Lebih jauh, Amir menilai bahwa aksi demonstrasi ini bisa menjadi bagian dari strategi politik yang lebih luas, terutama terkait dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
“Jika melihat pola ini, salah satu skenario yang mungkin terjadi adalah upaya untuk melemahkan Prabowo agar muncul wacana pergantian kepemimpinan. Dengan begitu, Gibran bisa semakin diperhitungkan sebagai figur yang lebih diterima publik,” paparnya.
Menurut Amir, dalam politik Indonesia, sering kali ada upaya untuk menciptakan tekanan terhadap presiden yang sedang berkuasa agar popularitasnya menurun. Jika Prabowo terus diserang dengan isu-isu negatif, maka legitimasi pemerintahannya bisa terganggu.
“Dalam beberapa kasus di masa lalu, strategi semacam ini sudah pernah terjadi. Pihak-pihak yang ingin mempercepat pergantian kekuasaan akan memanfaatkan gerakan massa untuk menggiring opini publik,” katanya.
Amir menilai bahwa tantangan terbesar bagi Prabowo ke depan adalah bagaimana ia bisa menjaga stabilitas politik di tengah dinamika yang berkembang.
“Jika Prabowo bisa menunjukkan kepemimpinan yang kuat dan merangkul berbagai elemen, maka skenario pelemahan ini tidak akan efektif. Namun, jika ia gagal mengelola situasi, tekanan politik bisa semakin besar,” pungkasnya.
Sumber: suaranasional
Foto: Amir Hamzah (IST)
Artikel Terkait
Belum Puas Jebloskan Nikita Mirzani ke Penjara, Reza Gladys Malam-Malam Datangi Polres Jaksel Bikin Laporan Lagi
Klarifikasi RS di Medan Diduga Malapraktik, Dikira Hanya Jari, Malah Kaki Pasien yang Diamputasi
Wanita di Medan Diamputasi Kakinya Tanpa Izin Keluarga, Polda Sumut Selidiki Dugaan Malapraktik
Penampakan Artis hingga Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono Jadi Korban Banjir Bekasi dan Bogor