Rakyat Banten Menjerit saat Presiden Prabowo Terima Aguan dan Anthony Salim di Istana

- Jumat, 07 Maret 2025 | 05:55 WIB
Rakyat Banten Menjerit saat Presiden Prabowo Terima Aguan dan Anthony Salim di Istana


Di tengah penderitaan rakyat Banten akibat proyek ambisius Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, sebuah pemandangan kontras terjadi di Istana Negara. Presiden Prabowo Subianto menerima delapan taipan besar termasuk Sugianto Kusuma (Aguan) dan Anthony Salim, Kamis (6/3/2025). Pertemuan ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat, terutama warga Banten yang terdampak proyek reklamasi tersebut. Apakah ini pertanda restu bagi kepentingan oligarki atas nama pembangunan? Ataukah ini hanya pertemuan bisnis yang tidak akan mengubah nasib rakyat kecil?

Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) digadang-gadang sebagai kawasan elite dengan fasilitas mewah yang setara dengan kota-kota metropolitan dunia. Namun, di balik gemerlapnya perumahan elite, mal megah, dan pusat hiburan kelas atas, ada kisah pilu yang menimpa rakyat kecil di Banten.

Masyarakat pesisir, yang dahulu bergantung pada hasil laut dan pertanian, kini kehilangan lahan dan mata pencaharian mereka. Proyek reklamasi besar-besaran telah mengubah ekosistem pesisir, menyebabkan abrasi dan hilangnya daerah tangkapan ikan. Nelayan yang dulunya bisa melaut dengan bebas kini harus berhadapan dengan tembok beton yang menghalangi akses mereka ke laut. Tidak hanya itu, tanah pertanian yang menjadi sumber penghidupan warga turut tergerus akibat alih fungsi lahan secara masif.

Sugianto Kusuma, atau yang lebih dikenal sebagai Aguan, dan Anthony Salim adalah dua nama besar di balik proyek ambisius PIK 2. Mereka adalah simbol dari konglomerasi yang memiliki kekuatan besar dalam menentukan arah pembangunan di Indonesia. Melalui berbagai proyek infrastruktur dan properti, mereka telah memperluas jaringan bisnisnya hingga ke berbagai sektor.

Namun, di sisi lain, keduanya juga kerap dikaitkan dengan praktik-praktik yang merugikan rakyat kecil. Proses perizinan reklamasi yang kerap dipertanyakan, minimnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, hingga dampak lingkungan yang masif menjadi catatan buruk dalam proyek ini. Banyak warga yang merasa hak-haknya diabaikan dan terpaksa hengkang dari tanah leluhur mereka tanpa kompensasi yang adil.

Ketika Aguan dan Anthony Salim diterima di Istana oleh Presiden Prabowo, rakyat Banten bertanya-tanya: apakah pertemuan ini membawa angin segar bagi penyelesaian masalah mereka? Ataukah ini hanya menunjukkan bahwa oligarki tetap memiliki akses khusus ke lingkaran kekuasaan, tanpa memikirkan dampak sosial yang ditimbulkan?

Sebagai seorang pemimpin yang selama ini dikenal dengan retorika pro-rakyat, Prabowo dihadapkan pada ujian besar. Apakah ia akan berpihak kepada rakyat Banten yang menderita akibat proyek ini? Ataukah ia akan mengikuti jejak para pemimpin sebelumnya yang kerap memberikan karpet merah bagi konglomerat untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya?

Selain menggusur masyarakat pesisir, proyek reklamasi PIK 2 juga membawa dampak lingkungan yang serius. Berkurangnya daerah resapan air meningkatkan risiko banjir di sekitar Tangerang dan sekitarnya. Hutan mangrove yang dulunya menjadi benteng alami dari abrasi dan ekosistem penting bagi keanekaragaman hayati kini semakin tergerus.

Dari segi sosial, kesenjangan ekonomi semakin terlihat. Di satu sisi, kawasan PIK 2 menjadi simbol kemewahan yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang kaya, sementara di sisi lain, masyarakat asli yang telah tinggal di daerah tersebut selama puluhan tahun harus menghadapi kenyataan pahit: terusir dari tanah sendiri.

Kini bola berada di tangan Prabowo. Apakah ia akan bertindak sebagai pemimpin yang benar-benar berpihak kepada rakyat dan mencari solusi atas penderitaan masyarakat Banten? Ataukah ia akan mengikuti arus kekuatan oligarki yang semakin mencengkeram perekonomian dan kebijakan negeri ini?

Rakyat Banten tidak meminta banyak. Mereka hanya ingin hak-haknya dihormati, lingkungannya tidak dihancurkan, dan kehidupannya tidak semakin terpinggirkan. PIK 2 seharusnya menjadi pengingat bagi pemerintah bahwa pembangunan tidak boleh mengorbankan rakyat kecil. Jika keadilan terus diabaikan, maka jeritan rakyat Banten akan semakin nyaring, dan sejarah akan mencatat siapa yang berpihak pada mereka—dan siapa yang membiarkan mereka terpinggirkan.

Oleh: Menuk Wulandari
Aktivis Aliansi Rakyat Menggugat (ARM)
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan MURIANETWORK.COM terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi MURIANETWORK.COM akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Komentar

Terpopuler