Zalimi Rakyat dan Hanya Untungkan Oligarki Taipan, Presiden Prabowo Harus Batalkan Semua PSN

- Jumat, 07 Maret 2025 | 08:55 WIB
Zalimi Rakyat dan Hanya Untungkan Oligarki Taipan, Presiden Prabowo Harus Batalkan Semua PSN


Langit biru Rempang bergetar oleh jeritan rakyat yang dipaksa meninggalkan tanah leluhur mereka. Di desa-desa kecil Wadas, ratusan warga duduk gelisah, takut akan hari esok yang penuh ketidakpastian. Sementara itu, di Morowali, udara dipenuhi debu tambang yang tak hanya mengotori langit tetapi juga meracuni kehidupan.

Di Surabaya, lautan yang dulu menjadi sumber rezeki nelayan kini berubah menjadi deretan bangunan megah yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang kaya. Ini bukan lagi cerita lama tentang pembangunan. Ini adalah kenyataan pahit tentang bagaimana negara memilih berpihak kepada oligarki dan taipan, sementara rakyat harus menerima kenyataan pahit kehilangan tanah, rumah, dan kehidupan mereka.

Proyek Strategis Nasional (PSN), yang sejatinya digagas untuk kepentingan rakyat, kini berubah menjadi alat peminggiran massal. Di balik dalih investasi dan pertumbuhan ekonomi, ada air mata para petani, nelayan, dan masyarakat adat yang tanahnya dirampas atas nama “kemajuan.”

PSN: Strategi Penjajahan Gaya Baru?

Ketika PSN pertama kali diperkenalkan oleh pemerintahan Jokowi, banyak yang percaya bahwa ini akan menjadi lompatan besar bagi Indonesia. Jalan tol, bandara, kawasan industri, dan pusat ekonomi baru digalakkan di berbagai daerah. Tetapi seiring berjalannya waktu, rakyat mulai melihat bahwa PSN bukanlah untuk mereka.

Siapa yang benar-benar diuntungkan? Rakyat kecil yang dipaksa hengkang dari tanahnya, atau para taipan yang kini semakin berkuasa atas sumber daya negeri?

Di balik PSN, ada jaringan oligarki yang semakin kuat, menguasai tanah, mengendalikan proyek, dan memperkaya diri dengan kebijakan yang dibuat hanya untuk kepentingan mereka. Sementara itu, rakyat kecil hanya menjadi penonton yang menyaksikan tanah mereka dijual murah dan kehidupan mereka dipermainkan oleh kebijakan yang tidak berpihak pada mereka.

Rempang: Ketika Negara Menjadi Alat Penggusuran

Di Rempang, ribuan warga Melayu yang telah hidup di sana selama ratusan tahun kini harus menghadapi kenyataan pahit. Tanah mereka, yang diwariskan dari generasi ke generasi, kini diincar untuk dijadikan kawasan elite bernama Rempang Eco City.

Dalihnya? Investasi dari China yang diklaim akan membawa kemajuan bagi Indonesia. Tapi apakah kemajuan itu benar-benar untuk rakyat? Atau hanya sekadar proyek yang menguntungkan segelintir elit?

Ketika warga Rempang menolak, mereka tidak diberi kesempatan untuk berdialog. Mereka justru disambut dengan gas air mata, polisi bersenjata, dan intimidasi dari negara yang seharusnya melindungi mereka.

Wadas: Pembangunan yang Menghancurkan Kehidupan Petani

Di Wadas, warga desa yang menggantungkan hidupnya pada pertanian harus menerima kenyataan bahwa tanah mereka akan diambil untuk kepentingan proyek bendungan. Batu andesit yang ada di sana akan ditambang, mengubah tanah subur menjadi kubangan raksasa yang tak lagi bisa ditanami.

Petani yang telah menggarap lahan selama puluhan tahun kini berhadapan dengan aparat bersenjata. Mereka yang berani bersuara malah dicap sebagai pengganggu pembangunan.

Padahal, apa yang mereka perjuangkan bukanlah kekayaan, melainkan hak dasar: hak untuk tetap tinggal di tanah mereka sendiri dan hidup dari hasil pertanian yang telah mereka rawat selama puluhan tahun.

Morowali: Ketika Tanah Air Dijual ke Asing

Morowali, yang kini menjadi pusat industri nikel terbesar di Indonesia, adalah bukti lain bahwa PSN lebih menguntungkan oligarki dan pemodal asing daripada rakyat.

Dengan investasi besar dari China, kawasan ini berubah menjadi surga bagi para pemilik modal. Tapi di balik kilauan investasi ini, ada cerita pahit rakyat yang semakin terpinggirkan.

Polusi dari pabrik membuat udara sulit dihirup, air bersih semakin langka, dan para pekerja lokal hanya mendapat upah rendah dibandingkan dengan tenaga kerja asing yang didatangkan dengan fasilitas mewah.

Di atas tanah mereka sendiri, rakyat Morowali hanya menjadi buruh, bukan pemilik. Mereka bekerja keras, tapi keuntungan besar tetap mengalir ke kantong taipan dan pemodal asing.

Surabaya Waterfront Land: Ketika Lautan Dijual

Nelayan di Surabaya yang dulu bisa melaut dengan bebas kini harus menerima kenyataan bahwa laut mereka bukan lagi milik mereka.

Proyek reklamasi yang masuk dalam PSN mengubah garis pantai menjadi kawasan elite dengan apartemen dan pusat bisnis mewah.

Bagi segelintir orang, ini adalah tanda kemajuan. Tapi bagi para nelayan, ini adalah tanda kehancuran.

Mereka kehilangan mata pencaharian, kehilangan rumah, dan kehilangan identitas mereka sebagai bagian dari laut.

Prabowo Harus Berpihak pada Rakyat, Bukan Taipan

Sekarang, bola panas ada di tangan Prabowo Subianto.

Sebagai presiden terpilih, ia harus memutuskan: apakah ia akan melanjutkan kebijakan yang hanya menguntungkan oligarki, atau berani menghentikan semua PSN yang telah menzalimi rakyat?

Jika Prabowo benar-benar nasionalis seperti yang ia sering klaim, maka ia harus menunjukkan keberanian untuk menghentikan proyek-proyek yang merampas hak rakyat kecil.

Jangan biarkan negara ini terus menjadi alat para taipan. Jangan biarkan pribumi terusir dari tanah mereka sendiri.

Membatalkan PSN bukanlah kemunduran. Justru, itu adalah langkah maju untuk mengembalikan keadilan bagi rakyat Indonesia.

Rakyat Harus Bangkit dan Melawan

Tapi kita tidak bisa hanya berharap pada Prabowo. Sejarah telah membuktikan bahwa perubahan tidak datang dari penguasa, melainkan dari rakyat yang berani melawan ketidakadilan.

Jika negara terus menutup telinga terhadap jeritan rakyat, maka rakyat harus turun ke jalan.

Dari Rempang hingga Morowali, dari Wadas hingga Surabaya, suara perlawanan harus terus menggema.

Ini bukan hanya tentang mempertahankan tanah. Ini adalah tentang mempertahankan hak, harga diri, dan masa depan kita sebagai bangsa.

Pribumi harus bangkit melawan! Jika negara tak lagi berpihak pada rakyat, maka rakyatlah yang harus memperjuangkan haknya sendiri!

Oleh: Susiana
Aktivis Aliansi Rakyat Menggugat (ARM)
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan MURIANETWORK.COM terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi MURIANETWORK.COM akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Komentar