Penataan Kawasan Puncak Bogor Berlanjut, Giliran Kemenhut Segel 4 Vila di Cisarua

- Minggu, 09 Maret 2025 | 17:15 WIB
Penataan Kawasan Puncak Bogor Berlanjut, Giliran Kemenhut Segel 4 Vila di Cisarua



MURIANETWORK.COM  - Pemerintah bergerak cepat melakukan penataan kawasan Puncak usai bencana banjir besar di Jakarta, Bogor, dan Bekasi pada 2-4 Maret Maret 2025.

Banjir besar di wilayah Bogor, Bekasi dan Jakarta ini disinyalir terjadi akibat rusaknya kawasan hulu aersh Aliran Sungai (DAS) Ciliwung sehingga tidak bisa menyerap curah hujan yang cukup tinggi. 

Tekait hal itu, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melalui Ditjen Gakkum bersama-sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) melakukan penertiban sejumlah bangunan dan aktivitas yang melanggar ketentuan kehutanan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (9/3/2025). 


Empat villa yang berdiri di kawasan hutan produksi Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, disegel tim gabungan Kementerian Perhutanan dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN).

Keempat bangunan tersebut adalah Villa Forest Hill, Villa Pinus, Villa Cemara, dan Villa Sipor Afrika.

Di depan villa-villa tersebut dipasang plang penyegelan.

Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, mengatakan empat vila tersebut disegel karena berdiri di kawasan hutan produksi.

"Pemerintah tidak akan menoleransi tindakan yang merusak ekosistem hutan, terutama di wilayah dengan risiko tinggi terhadap bencana alam," kata Rudianto di Cisarua, Minggu (9/3/2025).

Dia menjelaskan kawasan hutan di Puncak memiliki fungsi ekologis yang sangat penting, terutama dalam menjaga keseimbangan hidrologis.


"Penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai akan meningkatkan risiko bencana. Kita tidak bisa membiarkan hal ini terus terjadi," ujarnya. 

Menurutnya, kelestarian kawasan hutan di Puncak menjadi tanggung jawab bersama, baik masyarakat maupun Pemerintah.


"Pengelolaan hutan harus bersifat adil, akuntabel, dan berkelanjutan untuk memastikan keseimbangan ekosistem baik untuk generasi saat ini maupun generasi yang akan datang," papar Rudianto. 

Dia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berperan aktif dalam menjaga dan melestarikan kawasan hutan, dengan mencegah kegiatan non prosedural, terutama di kawasan hutan Puncak, Bogor.

Selain tindakan penertiban, Kemenhut juga akan melakukan langkah-langkah pemulihan kawasan hutan di Puncak, termasuk rehabilitasi hutan dan penguatan pengawasan terhadap pemanfaatan lahan di wilayah Puncak. 

"Program pemulihan ini akan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, akademisi, serta masyarakat setempat," tuturnya.

Kementerian Kehutanan melalui Ditjen Gakkum Kehutanan akan melakukan evaluasi terhadap aktivitas non-prosedural yang berada di kawasan hutan Puncak Bogor. 

Upaya ini menegaskan bahwa Gakkum Kehutanan berkomitmen untuk melakukan upaya perlindungan keberlanjutan kawasan hutan dan masyarakat dengan melakukan langkah penegakan hukum. 

"Setiap pelanggaran terhadap peraturan kehutanan akan ditindak tegas demi menjaga kelestarian hutan dan melindungi hak-hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat," tandas Rudianto.

33 Tempat Wisata di Puncak Bogor Berpotensi Ditutup

Diberitakan sebelumnya, langkah tegas pemerintah dalam menindak tempat wisata yang melanggar aturan lingkungan semakin diperketat.

Setelah empat tempat wisata di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, disegel akibat pelanggaran tata lingkungan, kini pemerintah mengidentifikasi 33 lokasi lain yang berpotensi ditutup.

Pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, serta Bupati Bogor Rudy Susmanto, telah menyegel empat tempat wisata pada Kamis (6/3/2025).


Penyegelan ini dilakukan karena tempat tersebut dianggap melanggar ketentuan lingkungan dan menyebabkan kerusakan ekosistem.

Empat tempat wisata yang disegel adalah:

Pabrik Teh PT Perusahaan Perkebunan Sumber Sari Bumi Pakuan (PPSSBP)
Pabrik ini berada di dekat kawasan resapan air Telaga Saat dan berpotensi mengancam ekosistem serta ketersediaan air masyarakat.

2. PTPN I Regional 2 Gunung Mas

Lokasi wisata yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan lingkungan.

3. PT Jaswita Jabar (Hibiscus Park)

Melakukan perluasan pembangunan tanpa izin hingga mencapai 15.000 meter persegi.

4. Jembatan Gantung Eiger Adventure Land, Megamendung

Berada di kaki Gunung Gede Pangrango dan dinilai tidak sesuai dengan tata lingkungan.

Keempat lokasi tersebut kini dipasangi plang peringatan dan garis kuning larangan melintasi area.

Menteri Hanif menegaskan, tindakan ini merupakan langkah serius pemerintah dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan menghindari dampak buruk terhadap masyarakat sekitar.

Setelah itu, muncul 33 lokasi wisata yang berpotensi ditutup pemerintah.

Hanif Faisol mengatakan, pemerintah juga mengidentifikasi 33 tempat wisata lain di kawasan Puncak Bogor yang berpotensi mengalami nasib serupa.

Tempat-tempat ini dinilai melanggar peraturan lingkungan, termasuk alih fungsi lahan dan pembangunan yang melebihi batas ketentuan.

Bahkan, Menteri Hanif Faisol juga memastikan 18 kerja sama operasional (KSO) yang bermitra dengan PTPN I Regional 2 akan diperiksa secara ketat.


Jika terbukti menyalahi aturan, maka sanksi tegas berupa penyegelan atau pencabutan izin operasional akan diterapkan.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan, tindakan hukum terhadap pelanggaran ini akan dilakukan secara konsisten.

Ia juga menyoroti banyaknya kesalahan dalam penggunaan lahan dan pengaturan ketinggian bangunan yang tidak sesuai ketentuan.

"Sebagian besar pelanggaran ini disebabkan penggunaan lahan yang melebihi ketentuan dan kesalahan dalam pengaturan ketinggian dan ini sangat merugikan lingkungan kita," kata Dedi Mulyadi.

Dedi Mulyadi menyatakan, pembongkaran bangunan yang tidak sesuai aturan akan segera dilakukan.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen untuk mengembalikan kawasan Puncak Bogor ke fungsi awalnya sebagai kawasan hijau dan kebun teh yang bermanfaat bagi masyarakat.


"Mulai hari ini, kawasan yang terlanjur dibangun tidak sesuai aturan akan dibongkar dan mengembalikan kawasan ini menjadi kebun teh yang hijau dan bermanfaat untuk masyarakat," tegas Dedi Mulyadi.

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, serta sektor swasta dalam menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan Puncak Bogor.

Pakar Perencanaan Wilayah IPB bicara alasan Puncak banjir

Banjir bandang yang terjadi di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (2/3/2025) membuka mata publik akan kerusakan lingkungan di hulu daerah aliran Sungai Ciliwung.

Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB University, Prof Baba Barus, mengatakan bencana ini menunjukkan bahwa ada yang tidak tepat dengan penataan ruang ruang di kawasan Puncak. 

“Perencanaan alokasi ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan berpotensi menimbulkan kebencanaan,” kata Baba dalam keterangan tertulis, Minggu (9/3/2025).

Ia menambahkan perencanaan yang baik pun tidak akan efektif jika pemanfaatan ruang tidak mengindahkan karakter daya dukung lingkungan. 

Hal ini dapat memicu dampak negatif seperti banjir dan longsor, seperti yang terjadi minggu lalu.

“Kemunculan banjir di daerah Puncak sudah berulang. Hal ini diduga karena banyaknya daerah resapan yang terganggu, sehingga aliran permukaan air menjadi sangat tinggi,” ujar Baba.

Dosen Fakultas Pertanian IPB University ini mengungkapkan secara alami Puncak bukan daerah rawan banjir karena daerah berlereng. 

"Kejadian banjir mungkin terjadi di daerah yang berdrainase buruk, cekungan terbatas, atau terkena banjir bandang di pinggir atau belokan sungai, atau di daerah yang terjadi perubahan kemiringan tajam” imbuh Baba.

Sementara untuk kejadian longsor, Baba menilai hal itu wajar karena di daerah Puncak banyak lokasi yang berpotensi longsor.

"Daerah sempadan sungai atau daerah berlereng terjal lainnya memang rawan bencana," jelasnya.

Baba menyoroti perubahan lanskap di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, yang secara faktual dimanfaatkan untuk hutan, kebun teh, dan permukiman.

Namun, pemanfaatannya kemudian berubah sejalan dengan perubahan perencanaan tata ruang di Jawa Barat.

“Idealnya, pemanfaatan ruang harus sesuai dengan perencanaan tata ruang tata wilayah,” tegasnya.

Ia juga melihat lemahnya pengawasan pemanfaatan ruang di wilayah Puncak. 

Secara aturan, sebenarnya sudah ada pengalokasian permukiman, tetapi dalam praktiknya terjadi penyimpangan. Banyak terjadi perubahan pemanfaatan dalam kurun waktu tertentu hingga saat ini.

“Lokasi yang tidak sesuai peruntukan atau kemungkinan tidak sesuai daya dukung untuk pemukiman seharusnya tidak diizinkan jadi permukiman. Penggunaan citra satelit atau drone sangat mudah untuk memantau penyimpangan ini,” tegasnya.

Baba menekankan pentingnya perencanaan tata ruang yang detail dan didukung data akurat sehingga akan ada konsekuensi jika terjadi pengaturan kembali ruang. 

Karena itu, ia menandaskan perlunya pendekatan secara bertahap dan spesifik.

Terkait pengaturan kembali, IPB University pernah dan berhasil mengajak para petani hortikultura di Desa Cibulao, yang sebelumnya menggunakan kawasan hutan lindung dan sempadan sungai untuk beralih menjadi petani kopi di lokasi yang sama. 

“Proses ini tentu membutuhkan waktu,” paparnya.

Ia menyarankan agar pemerintah daerah memanfaatkan data yang ada, seperti peta bahaya, kerentanan, dan risiko, yang umumnya sudah ada di lembaga kompeten untuk langkah pencegahan. 

"Data tersebut saat ini mesti dicek dan didetailkan kembali sebagai pijakan dalam menyusun langkah-langkah penting.

Untuk keperluan operasional pencegahan, daerah berisiko banjir atau longsor harus dipantau secara sistematis, terutama di musim hujan. 

"Di era digital, model deteksi dini berbasis spasial seharusnya bisa dikembangkan. Tentu dukungan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan aparatnya juga harus diberikan,” tandasnya. 

Sebagai informasi, bencana banjir babdang di kawasan Puncak pada Minggu ?2/3/2025) menyebabkan satu irang meninggal dunia.

Tak hanya utu, banyak rumah, jalan dan jembatan rusak hingga warga kehilangan harta benda. 

Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebanyak 346 orang terpaksa mengungsi akibat banjir tersebut

Sumber: Wartakota 

Komentar

Terpopuler