Di daerah Walangsanga, Moga, Pemalang, Jawa Tengah, hiduplah seorang ulama kharismatik bernama Kiai Nur Durya Bin Sayid, yang juga dikenal sebagai Kiai Nur Walangsanga. Sosoknya dihormati tidak hanya di desanya, tetapi juga oleh para peziarah dari berbagai penjuru Nusantara.
Menjelang bulan Sya'ban dan Ramadhan 1446 Hijriah, banyak warga Nahdlatul Ulama (NU) yang berbondong-bondong mengunjungi makamnya. Kiai Nur dikenal memiliki keistimewaan sejak kecil.
Bahkan, beberapa santrinya menyaksikan sendiri bagaimana beliau menunjukkan "kesaktian" yang tidak hanya mengagumkan, tetapi juga pernah menyelamatkan nyawa seorang santrinya.
Lahir di Pemalang pada tahun 1873 dengan nama Nur Durya Bin Zahid, Kiai Nur memilih hidup sederhana, menetap di pinggir sungai di tengah area persawahan.
Dalam dakwahnya di Desa Walangsanga, beliau aktif mengajak warga untuk berzikir berjemaah dan dikenal sangat menjaga wudhunya. Demi munajat kepada Allah SWT, ia rela tidak tidur sepanjang malam untuk mendoakan orang-orang di sekelilingnya.
Selain berdakwah, keseharian Kiai Nur diisi dengan menggembalakan kerbau milik warga setempat. Namun, saat waktu salat tiba, ia tak pernah sekalipun melewatkan salat berjamaah hingga akhir hayatnya.
Kesederhanaannya juga tampak dalam sifat zuhud yang ia pegang teguh. Dikisahkan, suatu ketika ia menemukan sejumlah uang di tempat wudu, namun tidak mengambilnya karena merasa itu bukan haknya.
Setelah 50 tahun berdakwah di Desa Walangsanga, beliau memilih mengasingkan diri di lereng Gunung Sembung demi semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Keistimewaan Kiai Nur tetap terasa bahkan setelah wafatnya. Pada tahun 2011, seorang santrinya, KH. Abdul Muid, mengalami kejadian luar biasa saat berziarah ke makamnya.
Ketika hendak pulang, bus yang ditumpanginya macet hingga pukul 3 dini hari. Akhirnya, ia bersama rombongan memutuskan bermalam di makam. Anehnya, setelah itu, bus tiba-tiba bisa menyala sendiri.
Saat tiba di Pemalang, mereka baru menyadari bahwa jalan yang seharusnya mereka lalui baru saja diterjang banjir bandang hingga menyebabkan jembatan putus. KH. Abdul Muid pun meyakini bahwa Kiai Nur "menahan" mereka agar terhindar dari musibah.
Kisah lain yang sering diceritakan adalah rumah Kiai Nur yang berada di tepi sungai. Walaupun letaknya berdempetan dengan aliran air, saat banjir bandang melanda, rumahnya tidak pernah terendam. Seolah-olah air sungai "menghindari" rumahnya yang hanya terbuat dari bambu.
Keberkahan dan karomah Kiai Nur tetap dikenang hingga kini. Sosoknya yang penuh ketakwaan, kesederhanaan, dan keistimewaan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Tak heran jika hingga saat ini, makamnya selalu ramai diziarahi, seakan-akan namanya tak pernah pudar dari ingatan umat yang menghormatinya.
Sumber: suara
Foto: Kiai Nur Durya Bin Sayid, yang juga dikenal sebagai Kiai Nur Walangsanga. [Istimewa]
Artikel Terkait
Anggota Polda Jateng Brigadir AK Diduga Cekik Bayinya hingga Tew*s, Dilaporkan sang Istri
Komisi III Minta Riza Chalid Kooperatif pada Kejagung soal Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah
Menteri PANRB Jangan Jadi Firaun Baru
Kemenkeu Belum Rilis APBN 2025, Rocky Gerung: Ada Data yang Disembunyikan?