Geram, Anggota DPR Minta Kapolres Ngada yang Cabuli 3 Anak Dihukum Maksimal: Benar-benar Biadab

- Rabu, 12 Maret 2025 | 08:35 WIB
Geram, Anggota DPR Minta Kapolres Ngada yang Cabuli 3 Anak Dihukum Maksimal: Benar-benar Biadab



MURIANETWORK.COM  - Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, meminta agar Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma dihukum seberat-beratnya atas kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur.

Adapun, tiga anak di bawah umur itu masing-masing berumur 14 tahun, 12 tahun, hingga paling kecil 3 tahun.

Bahkan, saat melakukan kekerasan, AKBP Fajar Widyadharma Lukman merekam video, lalu diunggahnya ke situs porno luar negeri.

Menurut Selly, tindakan AKBP Fajar tersebut merupakan perbuatan biadab.


Politikus PDIP itu mengatakan, negara harus memberikan perhatian khusus terhadap anak-anak korban kekerasan seksual tersebut.

"Harus dihukum maksimal. Apalagi dia sebagai Kapolres, seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, benar-benar perbuatan biadab," tegas Selly Andriany Gantina pada Senin (10/3/2025).

Tak jauh berbeda, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP lainnya, Dewi Juliani juga mengecam keras tindakan AKBP Fajar tersebut.

Selain terlibat dalam kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur itu, AKBP Fajar juga dinyatakan positif narkoba jenis sabu.

Sebelumnya, AKBP Fajar telah ditangkap oleh Divpropam Mabes Polri pada Kamis (20/3/2025) lalu.


Untuk ke depannya, Dewi berharap penegakkan hukum AKBP Fajar nantinya tidak pandang bulu.

"Saya mengecam keras tindakan AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Ini bukan sekadar pelanggaran kode etik, tetapi kejahatan serius yang mencoreng institusi Polri dan merusak kepercayaan publik."


"Oleh karena itu, penegakan hukum pidana harus dilakukan secara transparan dan tanpa pandang bulu," tegas Dewi di Gedung DPR Jakarta, Selasa (11/3/2025).


Menurut Dewi, sanksi etik tidak cukup untuk menghentikan impunitas dalam kasus ini.

Pasalnya, perbuatan AKBP Fajar merupakan tindak pidana berlapis yang harus diusut secara menyeluruh dengan dasar hukum sebagai berikut:  


Penyalahgunaan narkoba, sebagaimana diatur dalam Pasal 127 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.  
Kekerasan seksual terhadap anak, sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang dapat dikenakan hukuman maksimal 15 tahun penjara.  
Dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), terkait sumber dana yang digunakan dalam kejahatan ini serta keuntungan dari penyebaran konten ilegal tersebut.  
Sebagai anggota Komisi III DPR RI yang membidangi hukum, Dewi juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan beberapa hal:

Melimpahkan kasus ini ke penyidik umum di Mabes Polri, agar proses hukum berjalan secara transparan, independen, dan bebas dari intervensi internal.  

Memastikan pengusutan TPPU, guna mengungkap kemungkinan keterlibatan jaringan narkoba dan kejahatan terorganisir lainnya.  

Menghindari penyelesaian melalui mekanisme “damai” atau hanya melalui kode etik, yang berpotensi mengaburkan keadilan dan memberikan ruang bagi impunitas.  

"Kasus ini sudah berlarut-larut sejak Februari 2025. Publik khawatir ada upaya perlindungan diam-diam terhadap pelaku."

"Jika dibiarkan, ini akan semakin merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum," ungkap Dewi.

Dewi pun menegaskan bahwa keterlibatan aparat kepolisian dalam kejahatan berat, seperti eksploitasi anak dan penyalahgunaan narkoba, mencerminkan adanya pelanggaran sistemik dalam tubuh Polri. 

Oleh karena itu, penanganan kasus ini harus menjadi momentum untuk membersihkan institusi kepolisian dari oknum-oknum yang mencoreng nama baik Polri.  

"Kami di Komisi III DPR RI akan terus mengawal kasus ini agar hukum benar-benar ditegakkan. Tidak boleh ada kompromi terhadap pelaku kejahatan berat, terlebih jika pelakunya adalah aparat penegak hukum sendiri."

"Keadilan harus dipulihkan, baik bagi korban maupun demi menjaga martabat institusi Polri," pungkasnya.

Kondisi Korban

Kini diketahui bahwa korban yang berumur 3 tahun berada dalam bimbingan orang tua.

Sementara itu, korban berumur 12 tahun diketahui dalam pendampingan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kupang, NTT.

Korban yang berumur 14 tahun belum bisa ditemui.

Sebelumnya, kasus tersebut berawal dari laporan pihak berwajib Australia yang menemukan video di situs porno negara itu.

Setelah ditelusuri, video yang ditemukan itu ternyata diunggah dari Kota Kupang, tempat kejadian perkara (TKP).

Selanjutnya, pihak Australia melaporkannya kepada Mabes Polri.

Kemudian, Mabes Polri melakukan penyelidikan dan menangkap pelaku pada 20 Februari 2025. 

Pihak kepolisian lalu menyerahkan para korban kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang untuk didampingi

Sumber: Tribunnews  

Komentar