MURIANETWORK.COM - Sebanyak 34 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi masyarakat sipil untuk Advokasi HAM Internasional (HRWG) mengecam rencana revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang sedang dibahas oleh Komisi I DPR. Upaya revisi UU TNI ini dinilai mengkhianati komitmen Indonesia dalam menjalankan berbagai rekomendasi PBB dan kewajiban hukum HAM internasional.
"DPR dan pemerintah sedang mengkhianati kewajiban Indonesia dalam menjalankan komitmennya di berbagai mekanisme HAM Internasional," kata koalisi dalam pernyataan tertulis mereka seperti dikutip oleh Tempo pada Ahad, 16 Maret
Revisi UU TNI tersebut dianggap bertentangan dengan rekomendasi Komite Hak Sipil dan Politik (CCPR), Universal Periodic Review (UPR), serta instrumen HAM global seperti Statuta Roma ICC dan Konvensi Anti-Penyiksaan (CAT). Salah satunya adalah beleid Pasal 65 UU TNI yang mempertahankan yurisdiksi pengadilan militer untuk penyelesaian kasus HAM.
Poin-poin yang diatur dalam regulasi itu juga dinilai telah melindungi pelaku pelanggaran HAM berat. Hal tersebut jelas bertolak belakang dengan komitmen Indonesia untuk segera meratifikasi Statuta Roma ICC, seperti telah dijanjikan dalam UPR 2017
"(Revisi UU TNI) menjadikan Indonesia sebagai pembangkang terhadap komitmen HAM internasional," tulis koalisi kembali.
Koalisi bahkan mengkhawatirkan adanya potensi Indonesia dikenai sanksi oleh dunia internasional akibat tidak mematuhi komitmen-komitmen tersebut dan tetap melanjutkan revisi UU TNI. "Jika draf ini dipaksakan, Indonesia akan menghadapi konsekuensi serius di berbagai forum HAM PBB, termasuk sanksi diplomatik," ujar koalisi.
Selain itu, koalisi juga menilai revisi UU TNI akan mengembalikan praktik dwifungsi militer yang menjadi ciri represif dari era Orde Baru. Revisi UU TNI ini dinilai mengkhianati Reformasi 1998 dan justru akan memuluskan jalan bagi militerisme dan impunitas.
Adapun HRWG terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Arus Pelangi, Asosiasi LBH Apik Indonesia, Elsam, Gaya Nusantara, Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi, HuMa, Ikohi, ILRC, Imparsial, Infid, Institute for Ecosoc Rights, Jatam, Koalisi Perempuan Indonesia, LBH Banda Aceh, LBH Jakarta, LBH Pers, Migrant Care, Mitra Perempuan, PBHI, RPUK Aceh, SBMI, Setara Institute, SKPKC Papua, Solidaritas Perempuan, Turc, Walhi, Yappika, Yayasan Kalyanamitra, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Yayasan Pulih.
Diketahui Komisi I DPR mengebut pembahasan revisi Undang-Undang TNI bersama pemerintah. Mereka menggelar rapat secara tertutup selama dua hari di Hotel Fairmont Jakarta untuk membahas ihwal daftar inventarisasi masalah atau DIM RUU TNI.
Ketua Komisi I DPR Utut Adianto mengatakan, bahwa penolakan terhadap RUU TNI itu bersifat subjektif. Dia menyatakan bahwa kepentingan mengubah RUU TNI hanya untuk Indonesia.
Sumber: tempo
Artikel Terkait
Fedi Nuril Bikin Zarry Hendrik yang Bela Revisi UU TNI Bungkam Seribu Bahasa
PPI Jepang Kritik Keras RUU TNI: Kami Khawatir Mahasiswa di Luar Negeri Enggan Kembali
PM Terpilih Jens-Frederik Nielsen Tolak Jual Greenland ke Trump
Publik Curiga Ada Draft Selundupan dalam Rapat Revisi UU TNI di Hotel Mewah