Selama 15 tahun, warga Desa Perindingan, Kecamatan Gandang Batu Sillanan, Kabupaten Tana Toraja, menanti perhatian pemerintah.
Namun, harapan mereka kandas di jalanan berlubang yang tak kunjung diperbaiki.
Kesabaran pun habis, dan akhirnya warga memilih bertindak sendiri—mengumpulkan dana secara swadaya dan memperbaiki jalan rusak tanpa bantuan pemerintah.
Martha, salah satu warga desa, mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah daerah yang terus mengabaikan kondisi jalan desa mereka.
Baca Juga:Pemprov Sulsel Potong 50 Persen Tunjangan Pegawai untuk Perbaikan Jalan
Keluhan demi keluhan telah disampaikan, namun tak ada tindakan nyata.
“Kami kesal karena tidak ada tanggapan dari pemerintah. Akhirnya warga bergerak secara swadaya. Kami patungan,” ujar Martha, Minggu, 16 Maret 2025.
Jalan yang rusak membentang sepanjang lebih dari dua kilometer, menjadi tantangan berat bagi warga dalam beraktivitas.
Para petani kesulitan mengangkut hasil kebun mereka, sementara anak-anak harus berjibaku melewati jalan rusak untuk pergi ke sekolah.
Saat hujan, jalan berubah menjadi lumpur yang licin dan berbahaya.
Sementara di musim kemarau, debu berterbangan, menciptakan polusi yang mengganggu kesehatan.
Kondisi ini semakin menegaskan ketidakpedulian pemerintah terhadap infrastruktur desa.
Jika bukan karena empat anggota DPRD yang turut menyumbang, kemungkinan besar dana yang terkumpul tidak akan cukup.
Dengan total dana Rp43 juta, warga akhirnya bisa mengecor jalan seadanya.
Semua ikut turun tangan, dari anak-anak hingga orang tua, perempuan maupun laki-laki.
Namun, seharusnya hal ini tidak perlu terjadi jika pemerintah menjalankan tugasnya dengan baik.
Ke mana anggaran pembangunan infrastruktur yang seharusnya dialokasikan untuk desa-desa seperti Perindingan?
Mengapa selama belasan tahun, pemerintah hanya memberi janji tanpa aksi?
Video gotong royong warga yang viral di media sosial semakin mempermalukan pihak yang seharusnya bertanggung jawab.
“Setiap tahun datang diukur tapi tidak pernah terealisasi pengerjaannya. Padahal ini jalan penghubung menuju kota,” komentar seorang warganet.
“Jangan lupa pajak masyarakat digunakan untuk apa,” sindir yang lain.
Kasus ini hanyalah satu dari sekian banyak potret ketidakadilan pembangunan di daerah-daerah terpencil.
Ironisnya, dana desa yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat justru kerap tak jelas penggunaannya.
Jika tidak ada desakan dari masyarakat, perbaikan infrastruktur seperti ini hanya akan terus menjadi wacana kosong.
Pemerintah seharusnya malu. Warga yang membayar pajak berhak mendapatkan infrastruktur yang layak.
Mereka bukan meminta belas kasihan, melainkan hak dasar yang seharusnya diberikan tanpa harus menunggu bertahun-tahun.
Jika keadaan ini terus berlanjut, jangan heran jika kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin menurun.
Kini, bola ada di tangan pemerintah. Akankah mereka tetap berdiam diri, membiarkan masyarakat berjuang sendiri?
Ataukah mereka akan segera bertindak, menunjukkan bahwa masih ada kepedulian terhadap rakyat kecil?
Jangan sampai perbaikan infrastruktur hanya menjadi janji politik setiap musim pemilu, tanpa ada realisasi nyata di lapangan.
Sumber: suara
Foto: Warga di kabupaten Tana Toraja antusias bergotong royong memperbaiki jalan karena diabaikan pemerintah [SuaraSulsel.id/Istimewa]
Artikel Terkait
Jaksa Agung, Ahok, dan Korupsi Pertamina
Sosok Bu Guru Salsa, Bidan Rita, Jaksa Tasya, dan Perawat yang Viral di TikTok, Siapa Mereka Sebenarnya?
Sunda Archipelago Kirim Surat Teror ke Polisi: Ancam Bubarkan Indonesia hingga Ledakan Jakarta
Panda Nababan Bongkar Kenapa Ahok Tidak Bisa Temui Jokowi Saat Menjabat Komut Pertamina: 5 Kali Disuruh Menghadap Megawati