Bursa Efek Indonesia (BEI) secara tiba-tiba menghentikan perdagangan saham memicu gelombang spekulasi di kalangan investor dan analis politik. Koordinator Kajian Merah Putih, Sutoyo Abadi, mengungkapkan bahwa penghentian bursa ini bukan sekadar isu ekonomi, melainkan tanda bahaya bagi stabilitas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Sutoyo Abadi, penghentian perdagangan saham ini tidak lepas dari beberapa faktor utama yang saling berkaitan pertama, krisis kepercayaan investor. Merosotnya nilai tukar rupiah dan gejolak pasar keuangan belakangan ini memperlihatkan ketidakpastian kebijakan ekonomi pemerintahan Prabowo. Investor domestik maupun asing mulai mempertanyakan arah kebijakan fiskal dan moneter yang diambil pemerintah, terutama setelah adanya spekulasi mengenai perubahan besar dalam struktur kabinet dan regulasi ekonomi.
“Kedua, ketidakpastian kebijakan pemerintah. Beberapa kebijakan kontroversial yang diusung pemerintahan Prabowo, seperti revisi regulasi investasi dan penguatan peran BUMN dalam proyek-proyek strategis, dianggap memberikan sinyal negatif bagi pasar. Pemerintah dinilai belum mampu memberikan kepastian hukum dan regulasi yang stabil, sehingga memicu kekhawatiran terhadap dunia usaha,” ungkap Sutoyo yang dikutip dari www.suaranasional.com, Selasa (18/3/2025).
Ketiga, faktor geopolitik dan hubungan internasional. Situasi geopolitik yang semakin memanas, termasuk kebijakan luar negeri Indonesia yang lebih condong ke arah mitra tertentu, berdampak pada aliran investasi. Negara-negara mitra dagang utama Indonesia, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, mengindikasikan kekhawatiran terhadap kebijakan proteksionisme yang mulai diterapkan.
Kata Sutoyo, penghentian bursa ini merupakan sinyal awal dari potensi krisis yang lebih dalam dan mempunyai beberapa dampak. Pertama, dampak terhadap kepercayaan public. Ketidakmampuan pemerintah dalam menjaga stabilitas pasar akan memicu ketidakpercayaan tidak hanya di kalangan pelaku usaha tetapi juga masyarakat umum. Jika situasi ini terus berlanjut, gelombang ketidakpuasan dapat meningkat dan berpotensi menjadi ancaman politik bagi pemerintahan Prabowo.
Kedua, ancaman terhadap stabilitas sosial. Melemahnya perekonomian akan berimbas pada sektor riil, terutama pada industri padat karya yang sangat bergantung pada investasi. Jika investasi menurun, angka pengangguran berpotensi meningkat, memicu keresahan sosial yang bisa berujung pada instabilitas nasional.
“Ketiga, konflik internal di pemerintahan. Di balik keputusan-keputusan ekonomi yang diambil, ada indikasi konflik internal dalam pemerintahan. Beberapa menteri ekonomi dikabarkan memiliki pandangan yang berbeda dalam menyikapi situasi ini, yang dapat memperburuk ketidakseimbangan kebijakan pemerintah,” tegas Sutoyo.
Penghentian bursa saham yang terjadi merupakan sinyal kuat adanya ketidakstabilan ekonomi dan politik yang perlu segera ditangani. Kajian Merah Putih menegaskan bahwa jika pemerintah tidak segera mengambil langkah-langkah konkret, bukan tidak mungkin hal ini menjadi awal dari krisis yang lebih besar yang dapat mengancam keberlanjutan pemerintahan Prabowo Subianto.
“Situasi ini harus menjadi peringatan serius bagi pemerintah agar lebih berhati-hati dalam mengelola kebijakan ekonomi dan politik. Stabilitas negara tidak hanya bergantung pada faktor ekonomi semata, tetapi juga bagaimana pemerintah mampu membangun kepercayaan di tengah masyarakat dan dunia usaha,” tegasnya.
Sumber: suaranasional
Foto: Presiden Prabowo Subianto/Net
Artikel Terkait
Jelang Pengesahan RUU TNI, Mahasiwa Trisakti Geruduk DPR hingga Sandera Menteri Hukum
Waduh, Ifan Seventeen dan Deddy Corbuzier Ketahuan Ternyata Belum Lapor Kekayaan Sejak Dilantik
Ditemukan Modus Baru Kecurangan Isi BBM, Takaran Dikurangi Menggunakan Aplikasi
Soal Temuan Ladang Ganja di Bromo, DPR Bakal Panggil Kemenhut: Jangan-jangan Bukan Hanya di Sana