Tempo baru saja menerbitkan artikel berita dengan judul ‘Kemenhan: Operasi Informasi di Ruang Siber Targetkan Pihak yang Ancam Kedaulatan Bangsa’ (26/3). Artikel berita ini terbit, tak lama setelah revisi UU TNI disahkan. (20/3).
Menurut Kepala Biro (Karo) Infohan Setjen Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang, TNI akan melakukan operasi informasi dan disinformasi untuk menanggulangi ancaman kedaulatan negara di ruang siber. *Operasi itu menargetkan pihak-pihak yang memiliki motif melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi pertahanan dan pemerintah.*
Meski ditegaskan bahwa operasi tersebut bukan diarahkan kepada pihak yang memberikan kritik, namun dalam praktiknya sulit untuk membedakan antara ‘kritik’ dengan terminologi yang dianggap sebagai ‘melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi pertahanan dan pemerintah’.
Semua bergantung pada subjektivitas kekuasaan. Rakyat hanya punya hak berpendapat, sementara tindakan tetap menjadi otoritas lembaga yang berwenang.
Operasi informasi dan disinformasi itu diklaim diarahkan untuk menindak pihak yang menyebarkan hoaks, bukan mustahil praktiknya akan dilakukan sebagai media pembungkaman sebagaimana hal itu sudah jamak dilakukan oleh institusi Polri. Sebelum ketentuan Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946 dibatalkan MK, Pasal ini lazim digunakan oleh institusi Polri untuk menangkap para pengkritik pemerintah dengan dalih menyebarkan hoax (kabar bohong).
Publik sudah merasa kapok dengan represifme polisi yang menggunakan narasi ‘penegakan hukum’ untuk membungkam kritik rakyat. Pasca revisi UU TNI, masyarakat sipil kembali dibuat khawatir akan adanya potensi TNI membungkam kebebasan sipil (kritik) dengan dalih menjaga kedaulatan, pertahanan dan keamanan Negara.
Narasi ‘melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi pertahanan dan pemerintah’ bisa dijadikan dalih untuk membungkam kritik diruang siber. Bahkan, narasi ini dapat menjadi teror terstruktur dan sistematis, untuk melemahkan kritik publik atas penyelenggaraan kekuasaan dan pemerintahan.
Padahal, kalau mau jujur semestinya kritik dapat dijadikan sarana introspeksi kekuasaan. Pemerintah dapat melihat punggung kekuasaan, melalui kritikan publik.
Bahkan, jika kritik itu menampakkan borok-borok kekuasaan, semestinya pemerintah fokus untuk memperbaiki kinerja. Bukan menuntut kritikus untuk bungkam, dengan tuduhan melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi pertahanan dan pemerintah.
Kita semua sudah merasa kenyang bahkan ingin muntah, dengan sajian menu harian berupa kezaliman sepanjang 10 tahun periode kekuasaan rezim Jokowi. Kita ingin, di era Prabowo Subianto, menu kezaliman itu diakhiri dan diganti dengan hidangan keadilan dan sikap terbuka pada kritikan rakyat.
Namun, indikasi rezim akan represif sulit untuk diingkari ketimbang keyakinan akan adanya perubahan corak kekuasaan yang dijalankan sepanjang kekuasaan Jokowi. Hanya saja, sebagai warga negara yang baik, kita semua tentu tak boleh berhenti berharap, akan adanya perubahan dan terus memberikan masukan bahwa bangunan kekuasaan tak mungkin berdiri kokoh, tanpa ditopang oleh dukungan rakyat.
Dukungan rakyat hanya bisa diperoleh dengan keadilan dan sikap mau mendengar kritikan. Bukan dengan menebar teror dan ancaman, sambil menunjukan kuasa berdalih UU yang baru saja dilembagakan. [].
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan MURIANETWORK.COM terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi MURIANETWORK.COM akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Artikel Terkait
Beredar Narasi Ancaman Pembunuhan terhadap Prabowo seperti JFK, Ini Kekhawatiran Direktur IPR
Lisa Mariana Terus-Menerus Spill Informasi di Medsos, Pengacara RK Bakal Laporkan dengan UU ITE
Ada yang Mengajak Tes DNA, Tapi Mensyaratkan Tanpa Ridwan Kamil, Lisa Mariana Bingung
Heboh Manusia dari Masa Depan Mendadak Muncul di Foto, Begini Wujudnya