CLEAR! Tak Ada Jurusan Teknologi Kayu di Fakultas Kehutanan UGM Dalam Arsip Universitas Leiden Belanda

- Jumat, 25 April 2025 | 17:05 WIB
CLEAR! Tak Ada Jurusan Teknologi Kayu di Fakultas Kehutanan UGM Dalam Arsip Universitas Leiden Belanda




MURIANETWORK.COM - Putra Minangkabau yang kini menjabat Dosen di Universitas Leiden, DR Suryadi, mengatakan setelah ditelisik dalam arsip yang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden pernyataan mantan Presiden Jokowi bila dia pernah kuliah di Fakultas Kehutanan UGM jurusan teknologi kayu semakin menjadi misteri. 


Pasalnya berdasarkan arsip yang tersimpan di universitas terkemuka Belanda tersebut, di Fakultas kehutanan UGM itu tidak ada jurusan teknologi kayu.


Dalam perbincangan dan tulisan yang dikirimkan kepada KBA News, DR Suryadi menyatakan setelah dicari dalam, Buku Panduan Akademik 2023 Program Sarjana Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (lihat: https://fkt.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/20/2023/09/Buku-Panduan-Akademik-Program-Sarjana-2023.pdf) yang diterbitkan Fakultas Kehutanan UGM (2023) ada penjelasan tentang sejarah berdirinya Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada sebagai berikut (hlm. 6).


“UGM resmi didirikan pada tanggal 19 Desember 1949 dan merupakan universitas yang bersifat nasional. Selain itu, UGM juga berperan sebagai pengemban Pancasila dan sebagai universitas pembina di Indonesia. Pada saat didirikan, UGM hanya memiliki enam fakultas, satu di antaranya adalah Fakultas Pertanian,’’ kata Suryadi, Kamis siang (24 April 2025.


Tak hanya itu, dari arsip yang tersimpan di Universitas Leiden, pada tahun ajaran 1951/1952 dalam Rapat Senat Terbuka UGM yang dipimpin oleh Presiden UGM, Prof. Dr. Sardjito, dibuka dan dideklarasikan secara resmi Bagian Kehutanan pada Fakultas Pertanian UGM. 


Dan, sejak itu nama Fakultas Pertanian berubah menjadi Fakultas Pertanian dan Kehutanan UGM.


“Bagian Kehutanan dibina oleh ahli-ahli kehutanan Belanda. Pengasuh Akademi Kehutanan, antara lain Prof. Ir. PKM. Steuf, Prof. Ir. C. Gartner, Prof. Ir. EHP. Juta, Prof. Ir. F. Versteegh, Prof. Ir. A.H.Verkuyl dan Dipl. Ing. Hollerworger. Dosen-dosen tersebut juga mengajar di pendidikan tinggi kehutanan di Bogor sebagai cabang Universitas Indonesia, yang kemudian menjadi IPB (Institut Pertanian Bogor),’’ ujar Suryadi.


Suryadi yang merupakan pakar filologi dan arsip selanjutnya mengatakan, dalam perkembangan selanjutnya, melalui Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan No. 99 tahun 1963 tertanggal 24 Agustus 1963 berlaku terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1963, Fakultas Pertanian dan Kehutanan UGM terpisah menjadi tiga fakultas, yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan Fakultas Kehutanan.


“Dengan demikian, Fakultas Kehutanan UGM secara resmi dinyatakan berdiri pada tanggal 17 Agustus 1963. Dekan pertama Fakultas Kehutanan UGM adalah Prof. Ir. Soedarwono Hardjosoediro," kata Suryadi menegaskan.


Arsip Universitas Leiden tentang Fakultan Kehutanan UGM


Sedangkan data Arsip Ledien juga menyatakan bila Fakultas Kehutanan UGM pada awalnya memiliki tiga bagian, yaitu Bagian Ekonomi Perusahaan Hutan, Bagian Silvikultur dan Bagian Teknologi Kehutanan. 


Pada tahun 1980 mulai dikembangkan satu bagian baru, yaitu Bagian Konservasi Sumber Daya Hutan.


“Dua dari tiga bagian yang sudah ada mengalami perubahan nama, yaitu Bagian Ekonomi Perusahaan Hutan menjadi Bagian Manajemen Hutan, Bagian Silvikultur menjadi Bagian Pembinaan Hutan, lalu berubah menjadi Bagian Budidaya Hutan, dan terakhir kembali ke Silvikultur,’’ katanya.


Mengenai jenis dan jumlah bagian pada fakultas di lingkungan Universitas Gadjah Mada ternyata kemudian ditetapkan melalui SK Mendikbud RI No. 0553/O/1983 tertanggal 8 Desember 1983. 


“Saat ini, Fakultas Kehutanan UGM memiliki empat departemen yaitu Departemen Manajemen Hutan, Departemen Silvikultur, Departemen Teknologi Hasil Hutan, dan Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan.”


Melihat dari fakta dalam arsip yang tersimpan di Universitas Leiden, Surya memberi kesimpulan: Dari kutipan di atas, dan terkait dengan polemik ijazah Presiden Jokowi di UGM, dapat diringkaskan hal-hal sebagai berikut:


Pertama, setelah resmi berdiri pada 17 Agustus 1963, dan dipimpin oleh Dekan pertamanya Prof. Ir. Soedarwono Hardjosoediro, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) memiliki tiga bagian, yaitu: a) Bagian Ekonomi Perusahaan Hutan; 2) Bagian Silvikultur; c) Bagian Teknologi Kehutanan.


Kedua, pada tahun 1980, ketika Jokowi mengklaim bahwa dia mulai kuliah di UGM, di Fakultas Kehutanan UGM kala itu mengembang satu bagian baru yang disebut: “Bagian Konservasi Sumber Daya Hutan”. 


Pada saat yang sama, dua dari tiga bagian yang sudah lebih dulu ada (lihat kembali penjelasan (1)), mengalami perubahan nama: Bagian Ekonomi Perusahaan Hutan berubah nama menjadi Bagian Manajemen Hutan.


“Sedangkan Bagian Silvikultur berubah nama sampai tiga kali: mula-mula berubah nama menjadi Bagian Pembinaan Hutan, kemudian berubah lagi menjadi Bagian Budidaya Hutan, lalu dikembalikan namanya menjadi Bagian Silvikultur. Penetapan jenis dan jumlah bagian di Fakultas Kehutanan UGM ini ditetapkan melalui SK Mendikbud RI No. 0553/O/1983 tertanggal 8 Desember 1983,’’ kata Suryadi.


Dengan demikian, menurut Suryadi, jika Jokowi benar-benar kuliah di Fakultas Kehutanan UGM, pada saat dia masuk fakultas itu di tahun1980, di sana ada empat bagian atau jurusan yang dapat dimasuki. 


Jurusan itu adalah: 1) Bagian Ekonomi Perusahaan Hutan; 2) Bagian Silvikultur; 3) Bagian Teknologi Kehutanan, dan bagian yang baru: 4) Bagian Konservasi Sumber Daya Hutan.


Keempat bagian/jurusan ini masih eksis sampai sekarang: disebut sebagai “departemen”; lihat buku di atas, hlm.7). 


Maka ini kemudian menjadi jelaslah bahwa dari keempat bagian/jurusan itu tidak ada yang bernama “Jurusan Teknologi Kayu” sebagaimana diklaim oleh Jokowi bahwa ia tercatat sebagai mahasiswa jurusan itu


“Pertayaanya apakah yang dimaksud “Bagian Teknologi Kehutanan” sebagai “Jurusan Teknologi Kayu”?  Adanya perubahan dari  kata “Kehutanan” menjadi “Kayu” pada penamaan jurusan itu tanpa sebuah klarifikasi formal tertulis (melalui surat keputusan) dari otoritas UGM dan Kemendikbud tentu sesuatu yang janggal, untuk tidak mengatakan tidak sah,’’ ungkap Suryadi.


Buku yang menjadi sumber arsip Universitas Leiden


Adanya kejanggalan itu, Suryadi menyarankan agar melakukan investigasi lebih lanjut mengenai “keanehan” tersebut. 


“Saya meminjam banyak buku yang terkait dengan sejarah UGM, khususnya mengenai Fakultas Kehutanan UGM, yang tersimpan di Leiden University Library, antara lain.”


Buku-buku itu adalah karya Moch. Sambas Sabarnurdin, Jejak Langkah Fakultas Kehutanan UGM Mencerdaskan Bangsa. Yogyakarta: [Fakultas Kehutanan UGM], 1996. 


Buku karya Ronggo Sardono, Membangun Hutanku Yang Terlanjur Rusak: Panca Windu Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada: 1963-2003. Yogyakarta: Transmedia Global Wacana, 2003.


Buku karya Djoko Surjo, Dari Revolusi ke Reformasi: 50 Tahun Universitas Gadjah Mada. [Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada]. 1999. 


Buku karya Sori Siregar, 50 Tahun UGM: Di Seputar Dinamika Politik Bangsa. Yogyakarta: UGM, 1999.


Buku karya Nang Tjik, Buku Kenangan Seperempat Adad Universitas Gadjah Mada 1994-1974. Yogyakarta: Panitia Dies Natalis Seperempat Abad UGM. 


Buku Ana Nadhya Abrar, Buku Kenangan 45 Tahun UGM (Universitas Gadjah Mada) 1949-1994. Yogyakarta: Panitia Peringatan 45 Tahun UGM.


Kemudian juga ada pada buku karya Prof. Dr. Ir. Triharso], Pedoman Penulisan Tesis di Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: [UGM], 1982. 


Dan juga, ada pada Buku Petunjuk Jenjang Pendidikan Sarjana (S1) 1982 Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: UGM, 1982.


Acuan data lainnya, juga memakai arsip buku karya Sugito, Dua ribu Judul Skripsi dari Beberapa Jurusan dan Fakultas pada Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: UGM.


“Jadi berdasarkan penelusuran saya melalui buku-buku tersebut, juga beberapa buku lain yang tidak mungkin disebutkan seluruhnya di sini, memang tidak ada bagian/jurusan di Fakultas Kehutanan UGM yang bernama: Jurusan Teknologi Kayu,” tandas DR Suryadi.



Sumber: KBANews

Komentar