Negara Yang Dipimpin Oleh Pembaca Komik: Pengakuan Jujur Gibran Tidak Suka Membaca

- Senin, 28 April 2025 | 15:30 WIB
Negara Yang Dipimpin Oleh Pembaca Komik: Pengakuan Jujur Gibran Tidak Suka Membaca


Negara Yang Dipimpin Oleh Pembaca Komik: 'Pengakuan Jujur Gibran Tidak Suka Membaca'


Oleh: Ali Syarief

Akademisi


Tidak suka membaca. Main PlayStation dan baca komik. Begitu pengakuan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Joko Widodo, tentang kesehariannya di rumah sang Presiden semasa muda. 


Sebuah pengakuan jujur yang mungkin dimaksudkan untuk menunjukkan kesederhanaan, tetapi justru membuka aib besar: bahwa bangsa ini selama sepuluh tahun terakhir telah dipimpin oleh kultur anti-intelektualisme.


Dalam tradisi bangsa-bangsa besar, pemimpin membangun dirinya dengan membaca: menyelami sejarah, memahami filosofi, mengupas ekonomi, menggali etika kekuasaan. Jokowi, dari cerita Gibran, tampaknya melewati masa mudanya tanpa beban itu. 


Tak ada Plato di rak buku, tak ada Adam Smith di meja kerja. Yang ada hanyalah joystick, komik, dan barangkali, ambisi kosong yang menggelembung tanpa fondasi pemikiran.


Dampaknya kini terbentang di hadapan kita: negara yang dibangun dengan logika proyek, bukan visi; hukum yang dijalankan dengan insting politik, bukan prinsip; demokrasi yang dipermak sesuka selera, seolah-olah konstitusi itu halaman kosong komik yang bisa digambar ulang. 


Infrastruktur boleh megah, tetapi infrastruktur moral bangsa hancur.


Kereta cepat mangkrak biaya, Ibu Kota baru dibangun di atas utang, dan pendidikan menjadi korban proyek seremonial. 


Demokrasi dikebiri, reformasi dikutuk, hukum dipermainkan. Semua ini bukanlah kecelakaan sejarah. 


Ini konsekuensi logis dari pemerintahan yang dipimpin oleh para penyuka tombol X dan O di konsol game, bukan oleh pembaca teori negara.


Kegagalan literasi ini bahkan menular ke dalam praktik politik dinasti: melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang lahir dari rahim kemalasan intelektual yang sama. 


Jika budaya membaca bukan kebiasaan rumah tangga, jangan harap ia menjadi prinsip negara.


Maka hari ini, bangsa ini bukan hanya mewarisi jalan-jalan tol dan bendungan. Kita juga mewarisi cara berpikir instan, dangkal, dan transaksional — persis mentalitas gamer yang mengejar skor, bukan kualitas. 


Negara dijalankan seperti permainan arcade: cepat, gaduh, penuh ledakan sesaat, tanpa narasi panjang.


Sejarah kelak akan menulis dengan getir: Indonesia, negara besar dengan 270 juta jiwa, diserahkan nasibnya kepada para penggemar komik yang mengira memimpin negara itu sama dengan menaklukkan level video game. 


Tragis? Sangat. Tapi yang lebih tragis adalah kenyataan bahwa kita semua, tanpa sadar, ikut menekan tombol ‘Start’ pada permainan mematikan ini. ***


@undergreen.id

Indonesia mau dibawa kemana ?! Gibran ngaku gak suka baca buku, budaya baca buku dikeluaga saya tidak ada.

♬ suara asli - UNDERGREEN


Sumber: FusilatNews

Komentar