Pemerintah sebaiknya memilih kalangan profesional untuk ditugaskan menjadi komisaris BUMN ketimbang menunjuk pejabat pemerintahan, TNI atau Polri.
Demikian dikatakan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Prof Mahfud MD yang dikutip dari Youtube Mahfud MD Official, Rabu 30 April 2025.
"Rangkap jabatan tidak adil sama sekali," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, dengan rangkap jabatan maka pejabat negara akan memperoleh gaji dobel berlipat-lipat.
Ia mencontohkan Dirjen Kementerian Keuangan yang memperoleh penghasilan rata-rata Rp200 juta per bulan, juga mendapatkan gaji komisaris BUMN lebih dari Rp2 miliar per bulan.
"Kenapa harus rangkap-rangkap. nyewa profesional kan bisa," kata Mahfud.
Diketahui, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara digugat di Mahkamah Konstitusi. Alasannya, undang-undang ini hanya mengatur larangan rangkap jabatan terhadap menteri, sementara untuk wakil menteri atau wamen tidak ada larangan serupa.
Tercatat ada 13 wakil menteri saat ini yang merangkap jabatan sebagai komisaris dan/atau dewan pengawas BUMN. Padahal, kata dia, wakil menteri merupakan satu kesatuan unsur pemimpin dalam kementerian yang tidak dapat dipisahkan dengan menteri.
Wakil menteri yang menjabat komisaris BUMN di antaranya Wakil Menteri ESDM Yuliot sebagai Komisaris Bank Mandiri, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo sebagai Komisaris Utama BRI, Wakil Menteri UMKM Helvi Yuni Moraza sebagai Komisaris BRI, dan Wakil Menteri Perumahan Rakyat Fahri Hamzah sebagai Komisaris BTN.
Sumber: rmol
Foto: Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Prof Mahfud MD/Repro
Artikel Terkait
Anaknya Dituduh Merusak, Ortu Murid di Lebak Diminta Ganti Rugi Pikul Meja dan Kursi ke Sekolah
UAS Menerangkan Hukum Melamar Kerja Pakai Ijazah Palsu, Pendukung Jokowi Ngamuk!
Aura Cinta Bernama Asli Egalita Aurelia Devi Artamevia: Masuk SMA Lewat Jalur Kurang Mampu, Kerap Izin Alasan Syuting
Gegara Jokowi Serahkan Tambang ke China, Gubernur Sulteng Curhat ke DPR: Wilayah Hancur Ditambang, DBH Hanya Rp 200 M!