Pakar hukum tata negara, Refly Harun, menyentil sejumlah pihak yang kerap mengadukan pengkritik pemerintah dengan menggunakan sejumlah pasal dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Refly menyinggung sikap dari pihak-pihak yang pro pemerintah lantaran sejumlah pasal dalam UU ITE dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jadi tukang ngadu yang selama ini pura-pura pro kekuasaan padahal cari cuan doang, sudahlah enggak usah ngadu lagi," ujar Refly melalui podcast yang tayang di kanal Youtube pribadinya, Rabu, 30 April 2025.
Menurut Refly, paling tidak ada dua pasal dalam UU ITE yang dianggap sebagai "pasal karet" kini sudah tidak berlaku lagi.
"Kita sudah paham UU (ITE) itu ada pasal karet, apapun bisa dianggap berita bohong. Dan lucunya, ada organisasi yang kerjanya mengadukan, tiap saat diadukan, siapapun diadukan," sindirnya.
Sejumlah nama yang terkena ancaman pasal karet dalam UU ITE, disebutkan Refly, antara lain Habib Rizieq Shihab, Habib Bahar bin Smith, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, Edi Mulyadi, hingga Roy Suryo.
"Termasuk Ahmad Dhani. Termasuk Gus Nur dan Bambang Tri, terkena juga UU tersebut. Akhirnya UU itu dicabut MK, karena UU ini memunculkan ketidakpastian dan dapat menjerat siapa saja," paparnya.
Menurut Refly selama pasal karet UU ITE diterapkan, penegak hukum pun selalu memproses laporan demi laporan yang dimasukkan kelompok pro pemerintah.
"Asal ada subjektivitas bahwa ini adalah berita yang bohong, tidak benar, lalu dilaporkan ke polisi. Dan kemudian polisi menangkap, menahan, sebagaimana dilakukan terhadap Habib Rizieq Shihab, Habib Bahar, Syahganda Nainggolan, Anton Permana, dan para aktivis serta ulama lainnya," tuturnya.
Refly memahami, Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE, merupakan adaptasi dari Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang sepengetahuannya telah dibatalkan MK.
"Jadi UU yang sudah dimatikan, diputuskan MK dihidupkan kembali," sambungnya menyesalkan.
Refly menilai, dengan dibatalkannya dua pasal dalam UU ITE itu oleh MK, iklim demokrasi diharapkan menjadi lebih baik. Karena, frasa "menimbulkan kericuhan" dalam aturan itu dimaknai MK secara faktual, yakni harus ada akibat kericuhan yang bersifat fisik atas penyebaran berita bohong.
Untuk itu, ia meminta aparat penegak hukum untuk tidak asal memproses laporan terkait berita bohong atau hoax yang dimasukkan pihak-pihak tertentu.
"Penegak hukum juga jangan melayani pengaduan-pengaduan seperti itu, karena pengaduan seperti itu sudah dinyatakan batal. Jadi kalau tidak ada kericuhan yang sifatnya faktual fisik, jangan diproses," demikian Refly.
Sumber: rmol
Foto: Pakar hukum tata negara, Refly Harun/Repro
Artikel Terkait
Viral Sejumlah Pria Berlari Sambil Membawa Senjata Api Laras Panjang di Kemang Jakarta Selatan
Hercules Sebut Sutiyoso Mulutnya Bau Tanah: Orang Boleh Takut Sama Pak Sutiyoso, Saya Gak Takut!
Viral Siswa Gambar Alat Kelamin, Guru Biologi SMAN 1 Cililin Diistirahatkan
Kunjungan Jokowi ke Polda Metro Jaya Disorot, Pajak Kijang Innova Ternyata Belum Dibayar